=Hamimeha

Selflove, Penting Gak sih?

Posting Komentar
Konten [Tampil]



Pernah gak sih kalian berada di posisi merasa menjalani sesuatu tetpi tidak sesuai dengan yang kalian inginkan? Merasa apa yang kalian lakukan hanya untuk membuat orang lain senang. Bahkan parahnya kamu menyebutnya adalah sebentuk pengorbanan. Dramatis sekali ya?!

Eits, jangan meremehkan ya. Bisa jadi orang-orang seperti itu memang memiliki dedikasi luarbiasa. Namun perlu kamu ingat bahwa membahagiakan orang lain memang baik tapi kebahagianmu juga penting. Nah, ini sedikit referensi bercampur pengalaman pribadi sih. Sedikit aku bahas tentang selflove penting gak sih? Egois atau bijak?

Apa itu Selflove?

Sejujurnya konsep selflove ini akupun baru memahami setelah menjadi seorang ibu. Aku membaca beberapa referensi buku parenting yang mengungkap bagaimana menumbuhkan sikap bijak saat menghadapi masalah adalah tergantung bagaimana kita mengenali emosi kita. Dan mengenali emosi ini proses yang cukup panjang serta harus diasah sejak dini. 
Ah, di titik inilah aku menyadari bahwa aku belum benar-benar mengetahu emosiku sendiri.
Mari kita urai dulu, apa itu selflove?

Khosaba (2012) dalam artikel seven-step prescription for self love menyebutkan selflove adalah kondisi ketika kita dapat mengahargai diri sendiri dengan cara mengapresiasi diri saat kita mampu mengambil keputusan dalam perkembangan spritual, fisik, dan juga psikologis.

Sederhananya, kita mencintai diri kita apa adanya tanpa mengurangi rasa syukur namun terus berupaya berkembang dengan optimal. Menerima kelebihan sekaligus kekurangan dengan perasaan yang sepenuhnya sadar.

Ukur tingkat Selflove-mu

Lalu apa indikasi jika kita memiliki tingkat selflove yang rendah?

Pertama, memiliki self-essteem yang rendah.

Menurut Santrock (2007) dalam buku Remaja menulis self-esteem adalah hasil evaluasi kita terhadap diri sendiri, hal ini termasuk dalam penilaian kita terhadap sesuatu yang kita kuasai dan sesuatu yang kurang kita kuasai. Hal ini akan merujuk kepada sikap kita agar tidak membandingkan diri kita dengan orang lain.

Kedua, mudah insecure. 

Nah, adakah yang sering mengalami inscure baik secara fisik atau bakat. Seakan-akan kita diciptakan dengan tidak serius. Maka bercerminlah!

Orang semacam ini biasanya suka memaki dirinya sendiri, menyalahkan dirinya atas keadaan yang tak nyaman di sekitarnya. Apakah kamu pernah? Dalam hal ini orang seperti demikian bisa disebut memiliki self-awarness yang rendah.

Ketiga, suka heboh dengan standart orang lain. Akibatnya suka "ngoyo" atas hal-hal yang bisa membuatnya sama dengan orang lain.

Sedangkan bisa jadi itu tak sesuai passion atau bahkan tujuan hidupnya. Tipa seperti ini memiliki self worth yang rendah. Kesadarannya atas dirinya, bakatnya, tujuan hidupnya belum sepenuhnya dia pahami. Sehingga ia sibuk dengan penilaian orang lain.

Terakhir, kurang memperhatikan atau merawat diri. Eits,ini terkesan sepele atau mungkin berlebihan. Terlepas ada karakter orang yang suka tampil apa adanya. 

Tapi dia tetap bisa menghargai bagaimana dia membuat dirinya maupun orang lain nyaman. Jika kamu belum berada ditahap ini maka bisa jadi kamu dalam posisi selfcare yang rendah. Kamu lupa dengan hal-hal yang kamu sukai semacam hobi.

Dari keempat poin di atas aku hampir pernah merasakannya. Berada di titik lemah masing-masing poin. Sedih? Iya. Bahkan jika dikenang kembali, "Kok aku gak sadar sih?" Hehehehe.

Saat too hard pada diri sendiri itu dianggap wajar!

Kita memang harus keras pada diri sendiri. Sebab kita adalah bla bla bla. Teringat kala itu memang sedang berada di lingkungan yang memposisikan "seolah-olah diriku penting". Padahal sebenarnya itu perasaan aku saja. 

Kala itu,  menganggap itu sebuah kewajaran. Lingkungan aku bertumbuh membuatku menjadi pribadi seperti itu. Bisa dibilang aku paling insecure dengan tampilan fisik dan asalku. 

Sebagai anak perantau aku sempat minder. Jarang mau bargaul dengan kebanyakan orang. Tapi paling pertama membuat orang bahagia atas kehadiranku. Sedang kenyataannya aku sebenarnya tak suka dengan yang aku lakukan.

Salah? Tidak sepenuhnya tepat. Kemudian aku coba mengubah pola pikir. Aku membaca referensi tentang selflove, tergabung dalam komunitas impctfull yangmana berisi orang-orang dengan segudang masalah ya. Dan kawan lain memberi masukan. Akupun belajar dari mereka.

Akhirnya, aku menyadari bahwa aku ternyata tak cukup mencintai diriku selama ini. Itulah mengapa aku sering merasa berada di dua dunia yang berbeda. Aku bida tampil begitu ceria tapi di sisi lain aku sangat pendiam dan pemurung. Berkebalikan bukan?

Kemudian bagaimana aku mengatasinya?

1. Mencari referensi. Membaca banyak buku. Mengikuti beberapa akun yang memberi dampak positif untuk meningkatkan self-esteemku.

2. Mencari circle positif yang sehat. Mengapa aku bilang positid yang sehat. Karena aku pernah terjebak di circle yang toxic positivity.

Awalnya aku pikir baik-baik saja lama-lama aku semakin mengerti bahwa aku sedang berada pada kondisi tak mengenal emosiku sendiri. Salah satu contoh circle yang sehat adalah yang mau mengkritikmu, menunjukkan titik lemahmu tapi tak membiarkanmu jatuh. Jelas kemudian aku mengimbanginya dengan sedikit demi sedikit keluar dari zona itu.

3. Tidak memaksakan diri. Maksudnya, aku mencoba untuk tidak ambisius akan hal-hal besar. Tapi lebih menghargai pencapaian kecil. 

Hal ini cukup dipengaruhi oleh lingkungan yang secara tidak langsung menuntutku. Himpinan ekonomi dan sosial. Perlahan, aku mencoba membuka hati agar lebih slow down atas target-target yang besar.

4. Menerima dengan lapang dada akan kekurangan dan kelebihan. 

Dulu aku malu sekali dengan kelemahan-kelemahan yang aku punya. Hingga membuatku tak berani tampil, ada rasa minder yang menyusup. Kututupi dengan sembunyi tapi beberapa kali malah sebaliknya. 

Hal ini aku rasakan saat menonton drakor berjudul True Beauty dengan pemeran Moon Ga Young sebagai Jou Kyung, Cha EnWoo sebagai Soho dan Hwang In Yeop sebagai Han Se Joon. Khususnya yang di rasakan jukyung akan ketidak pedeannya pada tampilan fisiknya. Wajar sekali apalagi anak sekolahankan hahaha. Begitulah!

5. Self healing dengan menulis. 

Iya, aku meluapkan dan ungkapkan apa yang tak bisa kuungkapkan dengan tulisan. Hal ini cukup membantu dan membuatku lebih mudah berdamai dengan perasaan dan diriku sendiri. Aku mengenal kapan aku marah, sedih, kesal, dan bahagia.

Kesadaran inilah yang membangunkanku untuk membuat keputusan-keputusan besar dalam hidupku. Termasuk keluar dari zona-zona nyamanku. Membuatku berjuang dari awal. Apakah aku menyesal? 

Alhamdulillah, kuusahakan bertanggung jawab atas pilihan yang aku ambil. Serta menjalaninya dengan suka cita.
Passion, value, dan purpose life adalah hal penting yang harus aku sadari dan perjuangkan. 
Lebih karena sekedar kesenangan melainkan aku tahu akam menuju tangga profesional di sana.

Teruntuk diriku,
Terima kasih sudah berjuang sejauh ini. Tak mudah mungkin melewati masa-masa melawan dirimu sendiri. Namum kenyataannya kau sudah melaluinya.

Teruslah berjuang!!!

Selamat dapat atas pertemuan dengan semangat barumu!

Love my self.

Nah, ulasan di atas bisa diambil hikmahkan. Apakah selflove penting? Atau sikap egois?

Semua kembali kepada kita dalam menempatkan selflove ini. Jika pada porsinya maka itu bijak. Namun jika berlebihan bisa narsis ataupun egois.

Dunia ini butuh keseimbanganpun. Maka pun dengan kita manusia yang ada di dalamnya. Tak abai dengan hal diri namun dengan memperhatikan kewajiaban terhadap orang lain.

So, self love penting gak sih?

Semoga bermanfaat!

Hamimeha
Bismillah, lahir di Pulau Garam, tumbuh di kota Santri, menetap di kota Pahlawan., Saat ini suka berbagi tentang kepenulisan-keseharian-dan parenting., ● Pendidik, ● Penulis 11 buku antologi sejak 2018, ● Kontributor di beberapa media online lokal dan nasional sejak 2019, ● Praktisi read a loud dan berkisah, ● Memenangkan beberapa kompetisi menulis dan berkisah, ● Narasumber di beberapa komunitas tentang parenting dan literasi. ●

Related Posts

Posting Komentar

Popular