=Hamimeha

Pengantin Kecil

28 komentar
Konten [Tampil]

 


"Daniyah, kamu gak belajar buat persiapan lomba apa itu?" tanya mamak membuyarkan lamunanku sambil terus bersolek di depan cermin. "Lomba?" Daniyah  berusaha mengingat. "Oh iya, lomba siswa berprestasi, Mak," kata Daniyah tak bersemangat. 

Dia mulai malas karena jatah bermainnya beberapa hari ini terkurangi. 

"Ya sudah segera belajar sana, Mamak berangkat dulu ya!" kata Mamak sambil berjalan keluar menyapa para tetangga yang mau berangkat ke arah salah satu undangan nikah.

Ya!
Nikahan salah satu teman dekat Daniyah. Kak Sariyati, dia adalah gadis yang usianya hanya terpaut 3 tahun dengan Daniyah. Namun dia terpaksa menikah karena dijodohkan. Ia tidak melanjutkan ke SMP setelah lulus SD. Alasannya tak ada biaya. Masalah yang sering terjadi di kampung mereka. Budaya menikahkan anak perempuan yang sejak dini sudah menjadi tradisi.

Suara sound tempat si punya hajat benar-benar memakakkan telinga. Aku dan bapak duduk di teras rumah. Menikmati sore di halaman bersama bapak meski tak saling bicara menurut Daniyah menyenangkan.

Buk!
Buku Daniyah terjatuh. Tiba-tiba dia berpikir tentang nasibnya. Apakah dia akan bernasib sama dengan Sariyati?

"Bapak, apakah Bapak punya uang buat aku sekolah SMP?" rajuk Daniyah sambil bersandar di teras. Bapak terus merokok sambil menikmati lantunan musik dangdut dari nikahan Sariyati. "Bisa jadi ada, bisa jadi tidak," Bapak menjawab santai. Hati Daniyah terus galau bahkan hingga malam tiba ia tak bisa memejamkan mata.

"Silakan mbak dibuka matanya," terdengar seorang perempuan membuat Daniyah membuka mata. Daniyah  di depan cermin. Penuh riasan tebal, baju yang dikenakanpun bak gaun seorang pengantin. Sayup terdengar aku mendengar alunan musik berupa sholawat. Musik yang semacam itu sering ia dengar menjelang prosesi akad.

Pelan-pelan Daniyah melangkahkan kaki ke arah pintu. Dia memberanikan diri membuka pintu. Sekilas ia melihat suasana di rumahnya yang berbeda. Seperti rumah yang sedang punya hajat.

Hajat nikahan. Matanya lalu tertuju pada tulisan yang ditempel dari kertas warna-warni. Tertuliskan, "Selamat Menempuh Hidup Baru. Daniyah & Fuad."

Jantung Daniyah seakan  dadanya sekejap itu terasa sesak. "AKU TIDAK MAU MENIKAH" teriak Daniyah membuat orang di sekitarnga menoleh ke sumber suara, tak terkecuali mamak.

"Daniyah!" Mata Mamak tertuju padanya dan kemudian berjalan ke arahnya. Daniyah paham betul watak Ibunya itu. Mamak yang paling berusaha keras agar ia bisa ikut lomba siswa berprestasi. Sebab hadiahnya adalah beasiswa sekolah hingga ke SMA. Bahkan mamak tak segan mengancamnya untuk dinikahkan saja setelah lulus sekolah dasar.

Tanpa pikir panjang Daniyah lari ke arah kamar mandi. Di belakangnya terdengar suara kaki yang mengejarnya yaitu mamak. Daniyah menutup pintu kamar mandi sambil menangis sesengguhakan, antara perasaan sedih, kesal, takut dan marah. Dia tidak ingin bernasib seperti Sariyati.

"Tok tok tok, brak brak brak!" terdengar suara pintu kamar mandi digedor dengan kuat. "Daniyah,!" Suara mamak menggelegar di telinga. "Tidaaaaakkk. Aku tidak mau!" Suara Daniyah melengking tak kalah keras. Dia menutup matanya sambil menggeleng. Karena terlalu keras menggeleng kemudian "gubrak"!. Badannya terjatih di lantai dari dipan ketinggian satu meter.

"Daniyah, ayo bangun!" Suara mamak masih terdengar di balik pintu. "Sudah siang, kamu tak sekolah?" di susul langkah kaki yang menjauh dari kamarnya.

"Ah, leganya" ternyata hanya mimpi. Daniyah bergegas keluar kamar dan semakin bersemangat untuk sekolah. Dia berjanji akan giat belajar dan mengikuti lomba itu. Dia ingin tersu bersekolah. 


Nb: Cerita ini fiktif. Namun terinspirasi dari sebuah tradisi dari daerah tertentu yang masih menomor sekiankan pendidikan sebab terhalang ekonomi mereka.
Hamimeha
Bismillah, lahir di Pulau Garam, tumbuh di kota Santri, menetap di kota Pahlawan., Saat ini suka berbagi tentang kepenulisan-keseharian-dan parenting., ● Pendidik, ● Penulis 11 buku antologi sejak 2018, ● Kontributor di beberapa media online lokal dan nasional sejak 2019, ● Praktisi read a loud dan berkisah, ● Memenangkan beberapa kompetisi menulis dan berkisah, ● Narasumber di beberapa komunitas tentang parenting dan literasi. ●

Related Posts

28 komentar

  1. Hihi terus sekolah ya karena pendidikan itu penting banget ❤️ nice post kak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih kak.

      Ini fiksi kok kak. Cerita anak sih sebenarnya

      Hapus
  2. Aku jadi teringat salah satu temen SD ku mba, dia dulu malah kebalikan dari Daniyah. tidak mau lanjut sekolah karena ingin segera menikah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kak ini juga terinspirasi dari kisah beberapa tradisi di daerah tertentu

      Hapus
  3. di kotaku sini, Jember, terutama di desa desa, masih ada mbak anak lulusan SD yang langsung dinikahkan gitu
    sayang banget sebenernya
    pendidikan paling nggak sampe SMA ya biar anak juga bersosialisasi dan mencari ilmu juga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ehmmm iya y kak. Masih ada ya tradisi itu. Hiks agak sedih sih. Padahal kan wajib belajar 9 tahun ya dari pemerintah.

      Hapus
  4. Pilihan anak2 buat melanjutkan pendidikan udah pas kok daripada menjadi pengantin saat usia blum cukup matang, soalny pas masa Kanak2 itu mereka sedang asiknya bermain bareng teman2nya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kak betul hehehe. Tapi untuk beberapa daerah terpencil tradisi ini masih ada

      Hapus
  5. soal nikah usia di dini di desa-desa emang masih banyak ya kak. Apalagi pas jaman aku SD, lulus SD banyak yang langsung nikah, tapi belakangan ini udh makin banyak yang pilih lanjutin sekolah dulu minimal SMP atau sampe ke tingkat SMA baru nikah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah .. semoga pendidikan anak2 di generasi selanjutnya lebih baik y kak

      Hapus
  6. Wah untung cuma mimpi, ya Daniyah.

    Ngomong-ngomong soal nikah muda, pas pandemi gini katanya banyak yang berhenti sekolah juga karena mau nikah. :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hiks begitukah kak? Meski mereka paham urgensi pendidikan ?

      Hapus
  7. Hahahaha lucu banget sih ceritanya 🤣 emang kadang sering banget sih ya kita mimpiin sesuatu hal yang paling kita takutin. Rasanya kayak nyataa banget :(

    BalasHapus
  8. Inspiratif sekali! Cerita ini bisa iadi pelajaran buat adik adik di luaran sana supaya terus semangat menyongsong masa depan.

    BalasHapus
  9. Aduh, mimpinya serem ya. Semoga Daniyah bisa menuntut ilmu setinggi-tingginya :)

    BalasHapus
  10. wah aku da serius bacanya, untung cuma mimpi ya mbak
    saat masih blm cukup usia, sekolah lebih penying daripada menikah

    BalasHapus
  11. jarang-jarang lho bisa mimpi dan jadi tahu nama calon pasangan di masa depan. Barangkali Fuad memang jodohnya Daniyah.

    Tapi miris sih saat baca berita dan ada laporan penelitian dari lembaga mana gitu, lupa juga, bahwa selama pandemi ini jumlah pernikahan dini meningkat, bahkan alasannya terkesan sepele, karena bosan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaha gitu ya, mimpi bunga tidur.

      Ehm. Nyatanga memang ada sih macam itu kak

      Hapus
  12. aku jadi tertarik mengikuti kisah mendengar daerah yang masih menomorsekiankan pendidikan. kira-kira apa sih yg melatarbelakangi kak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kebanyakan ekonomi kak, biasanya anak perempuan yang dianggap sudah besar padahal besar fisiknya aja. Secara psikologis belum . Mereka menjodohkan lalu diminta menikah saja.

      Kedua, tradisi di mereka sih. Tapi kalau ini mungkin karena sekarang mulai mudah mengakses informasi agak berkurang

      Hapus
  13. Ceritanya seru kak, sudut yang di ambil pun menurut aku sering terjadi di dunia nyata saat ini

    BalasHapus
  14. Wah syukur cuma mimpi yak. hehe... Aku sampai ikutan emosional nih bacanya. Keren kak tulisanya. Ini dikategorikan sebagai cermin kah kak? Cerita mini? atau masuk cerpen?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cernak sebenarnya kak.
      Cerpen untuk anak.

      Jadi lebih ke tokoh anak fokusnya.

      Hapus

Posting Komentar

Popular