=Hamimeha

Pengalaman Studi Lanjut Lintas jalur Bagi Ibu Rumah Tangga

Posting Komentar
Konten [Tampil]

wisudawan terbaik unair 244 fakultas psikologi

“Mbak gak capek belajar?”
“Semangat belajarnya luar biasa ya, punya anak kecil tapi masih sempat sekolah lagi.”
“Lho, bukannya dulu anak ITS. Apa ada jurusan psikologi?”
“Anaknya sama siapa Mbak kalau kuliah?”
“Ambil kuliah lagi agar gajinya lebih gede ya?”


Pertanyaan seputar studi lanjut memang seringkali bikin penasaran. Apalagi jika itu dilakukan oleh sosok perempuan dengan status seorang ibu dengan dua anak kecil. Jarak sejak lulus dari jenjang Sarjana ke studi Magister mencapai satu dekade (10 tahun). Ditambah lagi hanya seorang ibu rumah tangga. Mau ngejar apa sih?

Paket lengkap bukan untuk bikin orang kepo?

Pertanyaan lain yang yang kerap menghampiri adalah,

“Mbak kuliah pakai beasiswa apa biaya mandiri?”
“Setelah lulus kuliah pengen jadi apa?”


Yup!

Semoga tulisan ini memberi gambaran serta wawasan bagi yg ingin persiapan studi lanjut lagi meski gapyear puluhan tahun ya, Sobat Hamim!

Menemukan Big Why Studi Lanjut Bagi Seorang Ibu Rumah Tangga

Yups, perlu Sobat Hamim ketahui bahwa minat untuk studi lanjut itu sudah ada sejak tahun 2013 sebelum saya menikah. Qodarullah saat ingin daftar ada saja kendalanya. Alhamdulillah, keinginan sekolah lagi menguat kembali ketika melihat suami memakai toga Magisternya di tahun 2019. Jadi, azam awal ingin studi lanjut adalah terinspirasi oleh suami hehehe.

Meskipun demikian, ada “BIG WHY” yang kuat sehingga aku bisa memantapkan untuk studi lanjut lagi Sobat Hamim. Meskipun “hanya” seorang ibu rumah, sejatinya aku adalah orang yang suka belajar. Hal ini mendorongku untuk ingin belajar banyak hal tak terkecuali belajar di pendidikan formal atau studi lanjut.

Sayangnya, belajar di pendidikan formal merupakan keputusan yang tidak bisa diambil hanya karena suka belajar. Kita perlu memperhatikan langkah dan goals jangka panjang. Sebab keputusan untuk studi lanjut akan menguras energi, materi, bahkan berdampak pada orang di sekitar kita khususnya keluarga. Itulah mengapa kita perlu untuk mendalami Big Why kita sekolah lagi itu apa?

Flashback dari pengalamanku menemukan big why kenapa memutuskan kuliah lagi bahkan setelah gapyear 10 tahun adalah keinginan untuk meningkatkan kapasitas diri di bidang yang menjadi minatku selama ini yaitu parenting. Aku mencoba melakukan refleksi diri tentang bidang yang selama ini aku senang belajar tentang hal tersebut bahkan ketika hal tersebut tidak memberiku cuan.

Yups! Dunia parenting. Setelah ditelusuri lagi, hal-hal yang aku pelajari dalam bentuk skill maupun lainnya selalu untuk mendukung kapasitasku di bidang parenting. Contohnya, media sosialku berbagi seputar parenting, blog pribadiku pun banyak membahas tentang parenting, skill design, menulis, video dan lain sebagainya selalu berkaitan dengan parenting.

Alasanku Lintas Jalur dari Matematika ke Psikologi

minat topik parenting

Berawal dari kebutuhan atas ilmu seputar parenting membawaku menekuni bidang ini lebih jauh. Mulai dari membaca buku hingga ikut seminar, webinar, dan komunitas adalah upayaku untuk mengupgrade wawasankan di bidang parenting. Namun, semakin belajar aku semakin sadar bahwa apa yang aku upayakan masih belum cukup. Banyak persoalan yang aku tidak menemukan jawabannya secara komprehensif. Hingga suatu kali, aku pernah diminta untuk berbagi seputar tips parenting namun aku menyadari bahwa kapasitasku masih sangat terbatas. Oleh karena itu, aku merasa mungkin pendidikan formal menjadi jalanku untuk mendapatkan pengalaman belajar yang berbeda dan bisa memberi dampak yang lebih luas.

Alhamdulillah, selama satu tahun proses mempersiapkan diri untuk studi lanjut di jenjang magister. Akhirnya, di awal 2022 aku bertekad untuk menekuni bidang parenting setelah mempertimbangkan alternatif bidang yang lain. Big why inilah yang kemudian membuatku lebih mudah untuk menyusun rencana dan goals studi. Sebab aku sudah tahu, mengapa aku kuliah dan apa output belajar yang ingin aku dapat. Dan yang terpenting, “ Aku suka dan optimis bahagia jika belajar tentang bidang ini”. Poin terakhir adalah syarat dari suami aku ya Sobat Hamim. Doi memberi satu syarat sebelum memberi ijin untuk kuliah yakni aku harus mengambil jurusan yang bikin aku bahagia. Syarat yang unik bukan? Karena doi adalah donatur jadi boleh ngatur, hehehe


Honestly, aku tidak benar-benar memikirkan “akan menjadi apa atau berprofesi apa setelah lulus kuliah”. Menurutku, ini pemikiran yang kurang tepat. Sebab, merumuskan hasil akhir dari studi lanjut akan semakin mengarahkan peta jalan dari studi kita. Jadi, kita tidak hanya dapat ilmu namun lebih dari itu seperti relasi dan pengalaman untuk mendukung pasca studi. Satu hal yang cukup aku sesalkan kala itu. Aku merasa nothing too lose kadang agak menjebak saat mengambil study lagi hehehe. So, buat sobat Hamim yang ingin studi lanjut lagi maka pikirkan matang–matang ya pasca studi mau ngapain dan jadi apa ya?

Tips Menemukan Big Why Sekolah Lagi Bagi Ibu Rumah Tangga

Oke Sobat Hamim, aku coba membantu dengan memberikan sedikit tips menemukan big why berdasarkan pengalaman pribadiku ya. Dan hal-hal yang menurutku perlu dihindari sudah aku sampaikan di atas. Nah, ada lima tips yang coba dipraktikan ya, semoga bisa memberi gambaran dan alasan yang kuat “Kenapa harus sekolah ibu rumah tangga harus sekolah lagi?”

tips studi lanjut untuk ibu rumah tangga
Pertama, kenali bidang minat yang ingin kamu tekuni

Yups, seperti yang aku sampaikan tentang syarat memilih jurusan dari suamiku. Pilihlah jurusan membuat kamu bahagia. Alasan ini make sense lho Sobat Hamim! Ketika studi lanjut di pendidikan formal tantangan akademik sangat tinggi sehingga lebih terminimalisir karena kita sedang mengerjakan hal yang kita sukai.

Kedua, rumuskan alasan mendalam jangka panjang

Mengutip salah satu langkah efektif dari 7 Habits Of Highly Effective People karya Stephen R. Covey, start from the end. Belajar dari pengalamanku yang tidak terlalu memikirkan pasca study membuatku agak kelimpungan. Akibatnya, aku stuck selama hampir satu tahun.

Nah, saranku coba deh dipikirkan baik-baik apa yang menjadi goals jangka panjangmu sehingga harus kuliah lagi? Apakah karena karir? Kebutuhan untuk menambah kapasitas karena ada project besar di masa mendatang? Biasanya, orang yang alasannya seperti poin kedua adalah para pebisnis atau pewaris bisnis hehehe.

Hindari karena alasan tekanan sosial maupun FOMO ( Fear of Missing Out) ya Sobat Hamim. Kedua alasan ini sangat tidak kontekstual. Sobat Hamim hanya akan lelah dan merasa terpaksa. Hal ini sangat menyiksa dan akhirnya kita tidak bisa menikmati proses belajar yang kita jalani.

Poin ini, akan menjadi motor manakala kita merasakan lelah saat belajar. Tujuan di masa depan yang besar akan memberi motivasi saat kita mulai merasa ingin menyerah sehingga membuat kita melangkah lagi, lagi, dan lagi.

Ketiga, waspadai hal negatif yang mungkin terjadi dan rumuskan solusinya

Mungkin poin ini agak aneh ya Sobat Hamim. Maksud di poin ini adalah Sobat Hamim memahami konsekuensi dari keputusan untuk mengambil studi lagi. Ibu rumah tangga itu pekerjaannya sudah sangat banyak. Saat kamu sudah bisa memetakan tantangan, kemungkinan-kemungkinan yang terjadi selama kuliah. Maka itu artinya kamu memang sudah siap untuk belajar di pendidikan formal dengan tuntutan yang tinggi.

Perlu Sobat Hamim ketahui bahwa keputusan #ibusekolahlagi itu berat namun sekaligus bijak. Berat karena kita harus effort berkali lipat dari mereka yang belum menikah. Bijak karena ini adalah salah satu ikhtiar panjang dari investasi leher ke atas. Mau menjadi apapun pasca studi, pendidikan adalah modal besar bagi seorang perempuan untuk bertumbuh lebih baik.

Nah, dari ketiga tips tersebut cobalah membuat mind mapping. Apakah kamu bisa menjawabnya dengan mudah? Jika iya maka kamu sudah tahu big why kamu untuk studi lanjut lagi.

Keempat, memutuskan dengan kepala dingin

Yups!

Poin ini erat kaitannya dengan poin 1 dan 2. Apakah Sobat Hamim membuat keputusan ini dengan refleksi yang mendalam atau terburu-buru? Coba di renungkan. Jika memang keputusan ini adalah keputusan yang sudah dipertimbangan dengan matang. Bahkan kamu bisa membuat rincian dengan baik mulai dari riset kampus, mata kuliah apa yang akan diambil dan tekuni, budget yang akan dibutuhkan, siapa saja yang akan menjadi mitra dan bagaimana membangun koneksi dari bidang yang akan ditekuni. Yups! Sobat Hamim telah menginternalisasi keinginan berdasarkan pengalaman hidup selama ini.

Kelima, validasi niat dan goals melalui orang terdekat atau bijak mengenalmu

Poin ini semacam memberi penguat bahwa apa yang kita lakukan bukan pilihan sesaat. Aku mengibaratkan poin seperti proofreading saat kita sedang membuat essay atau artikel. Kita membutuhkan POV orang lain atas apa yang ada di dalam alur berpikir kita. Harapannya, POV orang lain akan memperkaya cara berpikirkan dalam memutuskan sesuatu.

Studi Lintas Jalur, Siapa Takut?

"Jangan lelah belajar, karena dunia ini milik mereka yang tak pernah berhenti ingin tahu". (Albert Eistein)
Alhamdulillah, sampai juga di keputusan memilih jurusan untuk studi lanjut. Aku sendiri agak dilematis kala itu. Lalu aku lakukan tips nomor satu di atas. Setahun lebih sebelum memutuskan mengambil studi di jurusan psikologi , aku sempat membuka lagi buku-buku dari jurusan Matematika. Namun hasilnya membuatku tersiksa. Kemudian aku mencoba lagi dan lagi, namun hasilnya sama. Aku berat belajar tentang dunia angka itu. 

Berbeda saat aku mencoba membuka materi seputar psikologi, khususnya saat pembahasan psikologi perkembangan. Meskipun baru pertama kali membaca, aku merasa bersemangat dan sangat related dengan apa yang aku lakukan selama ini. Akhirnya fiks, aku memiliki preferensi belajar lebih dalam tentang parenting. Hal ini didorong juga dengan  pengalamanku sebagai guru. Tak hanya itu, aku juga mempertimbangkan bahwa ilmu ini akan memberi dampak besar buat aku pribadi di masa mendatang. Jikapun tak mendukung dalam hal karir namun aku optimis dengan ketergabunganku dengan komunitas-komunitas parenting akan sangat bermanfaat kelak. 

Sejak awal, aku menyadari bahwa studi lintas jalur memiliki kesempatan yang kecil untuk bisa berkarir secara profesional. Meksipun demikian, aku tak patah semangat karena sejak awal aku memang nothing to lose hwakaka. Sempat kecewa sih sejujurnya, tiap buka lowongan dosen misalnya. Aku merasa kalah sebelum berperang karena nonlinier ini hwakaka. Ah, begitulah. Tapi insya Allah, saya kembali berkiprah di komunitas dan bersyukur karena bekal ilmu dari studi di pendidikan formal menguatkanku untuk bisa berbagi wawasan sesuai keilmuan. Aku bisa menulis di blog dengan lebih ilmiah. Tak hanya itu, sejak studi magister ada hal yang berbeda dengan caraku melihat sesuatu. Mindsetku dan pola pikirku jauh lebih terstruktur dan itu tak hanya dirasakan olehku melainkan orang-orang yang mengenalku. Masya Allah!

Menurutku, keputusan studi lintas jalur sepanjang itu serumpun masih memiliki peluang untuk meningkatkan karir. Tapi jika memang prodi yang diambil berbeda 180 derajat sebagaimana yang aku lakukan maka tetap kuncinya ada di poin satu. Kamu suka bidang itu. Selanjutnya, segera buat rencana studi dengan baik. Tantangan besar dari studi lintas bidang dari eksak ke sosial humaniora atau sebaliknya adalah belajar lebih keras dari mereka yang linier. Hal ini dikarenakan kita harus mengejar ketertinggalan. Baik S2 maupun S3, jika kita tidak linier maka bersiaplah secara mandiri belajar hal-hal dasar. Dan yups. Itulah yang aku lakukan ketika S2 kemarin.

Sobat Hamim gak perlu khawatir dengan langkah yang akan diambil dalam hal studi lanjut ya. Sejatinya, kitalah yang tahu bagaimana  kondisi kita. Apa yang aku tulis ini berdasarkan pengalaman pribadi jadi bisa sesuai bisa tidak ya. Pesanku, tetap semangat bahwa niat baik akan menemukan jalannya untuk terwujud insya Allah. 

Semangat!


Hamimeha
Bismillah, lahir di Pulau Garam, tumbuh di kota Santri, menetap di kota Pahlawan., Saat ini suka berbagi tentang kepenulisan-keseharian-dan parenting., ● Pendidik, ● Penulis 11 buku antologi sejak 2018, ● Kontributor di beberapa media online lokal dan nasional sejak 2019, ● Praktisi read a loud dan berkisah, ● Memenangkan beberapa kompetisi menulis dan berkisah, ● Narasumber di beberapa komunitas tentang parenting dan literasi. ●

Related Posts

Posting Komentar