Konten [Tampil]

Repot gak sih kuliah sambil mengurus anak?
Gap yearnya udah bukan satu dua tahun tapi bahkan hampir belasan tahun.
Apakah masih bisa mengikuti pelajaran di kelas?
Yups!
Kekhawatiran demi kekhawatiran seringkali memenuhi isi kepala yang pada akhirnya membuat kita ciut dan mundur dari keinginan untuk kuliah kembali. Nah, Sobat Hamim bisa sedikit tips dari aku yang sudah menjalaninya ya. Aku menulis ini based on pengalaman saja. Bisa jadi preferensi kita berbeda namun tidak menutup kemungkinan ada hal-hal yang bisa dijadikan pelajaran ya. Semoga bermanfaat!
Lawan Takut dan Tumbuhkan Sikap Berani, Kamu Bisa!
"Banyak ketakutan kita yang setipis kertas tisu, namun satu langkah berani akan membawa kita melewatinya" (Western Suffolk Psychological Services)Perlu Sobat Hamim ketahui, awal memutuskan studi di bidang psikologi akupun merasa takut. Ada banyak pertanyaan-pertanyaan yang bernada kekhawatiran memenuhi kepala dan dada. Tak jarang aku menangis saat menjalani studi. Bukan karena sedih tapi terharu, di setiap semester ternyata aku bisa melewatinya dengan baik.
Aku merasa selama kuliah di psikologi jauh lebih enjoy dibandingkan ketika studi Matematika. Entah karena dulu aku merasa memilih jurusan tanpa pertimbangan matang atau memang aku kecewa dengan jurusan yang sebenarnya aku pilih sendiri itu. Tampaknya karena aku memilih bukan karena benar-benar ingin mempelajarinya namun dikarenakan gengsi tanpa memahami konteks-ini agak panjang ceritanya-.
Singkat cerita, aku mencoba melawan rasa takut dan khawatir dengan persiapan studi yang optimal. Apalagi aku sebagai seorang istri dan ibu, maka konsekuensi menjalankan multi peran harus aku hadapi. Kondisi Ini tentu membutuhkan usaha ekstra bagiku ke depannya. Jadi, alih-alih sibuk dengan isi pikiran yang sebenarnya belum tentu terjadi. Aku mencoba mengalihkannya dengan mencatat dan menyiapkan apa yang bisa aku lakukan secara teknis. Alhamdulillah, rupanya trik ini cukup efektif.
Nah, apa saja langkah teknik yang telah aku lakukan untuk meredam rasa takut dan berganti menjadi keberanian yang tumbuh dan tumbuh dari hari ke hari selama kuliah lagi?
Persiapan Sebelum Memutuskan Studi Lanjut Bagi Ibu Rumah Tangga
Alhamdulillah, perlu Sobat Hamim ketahui bahwa persiapan ini tak hanya dilakukan oleh aku sendiri ya. Aku merasa bersyukur karena memiliki supporting system yang luar biasa mendukungku terus berkembang yakni pasanganku–terima kasih teman hidup–. Sekali lagi, persiapan ini ditulis berdasarkan pengalaman pribadiku. Jadi, mungkin situasi dan kondisi masing-masing orang berbeda. Sehingga, mari disimak yang mungkin bisa diaplikasikan oleh Sobat Hamim ya.Pertama, Luruskan niat
Terdengar klise ya? Hwakakaka. Niat akan menjadi nyawa dari perjalanan kita mengambil studi. Sadar atau tidak, perjalanan menyelesaikan studi lanjut bagiku setelah menjadi ibu rumah tangga dan gapyear hampir belasan tahun serasa perjalanan spiritual.Secara kemampuan, waktu, dan berbagai hal aku merasa kalah dengan teman seangkatan. Namun karena aku meniatkan proses belajar ini adalah sebentuk ibadahku kepada Tuhan pemilik ilmu. Aku mencoba memberikan yang terbaik, menikmati proses dengan penuh integritas. Alih-alih fokus pada nilai ketika mengerjakan tugas aku lebih fokus pada proses-ku belajar dan memahami ilmu. Alhamdulillah, hasil mengikuti ikhtiar terbaik yang kita lakukan.
Kedua, Temukan Big Why
Jika niat adalah nyawa maka Big Why adalah motor penggeraknya. Perjalanan studi di pendidikan formal itu kadang menyilaukan di luar namun sejatinya ia adalah perjalanan sunyi yang panjang dan melelahkan. Kadang, hanya kita yang menjalaninya yang tahu gedebak gedebuknya. Apalagi jika kita adalah seorang perempuan multiperan. Tekanan kita tak hanya tekanan akademik namun bisa jadi urusan domestik atau bahkan lainnya.Jadi, Big Why akan memberi kekuatan bagi kita untuk bangkit lagi atau bahkan di saat akan menyerah. Satu kalimat yang aku suka jika sudah lelah banget yaitu, “ Remember Why You Started?”. Jleb banget kan?! Nah itulah pentingnya memiliki Big Why yang kuat ketika memutuskan studi lanjut. Fyi, studi pasca sarjana itu gak banyak masuk kelasnya tapi banyak tugasnya hehehe. Oleh karena itu, kemampuan untuk bisa manajemen diri, waktu, dan motivasi internal untuk terus belajar harus ada terus dijaga dari awal hingga akhir.
Ketiga, Riset Kampus dan Jurusan
Yoi, kenapa riset kampus dan jurusan penting? Karena lingkungan belajar cukup memberi pengaruh besar ketika menempuh studi. Bertemu dengan orang-orang yang memiliki energi suka belajar membuat kita jadi tertular semangat mereka. Aku merasakan hal tersebut selama kuliah S2.
Pengalaman belajar di kampus teknik kemudian beralih ke kampus sosial membuatku merasakan feeling yang berbeda. Keduanya baik dan memiliki kesan tersendiri. Namun poin pentingnya di sini adalah pentingnya memastikan dengan baik bagaimana kampus yang akan kita tuju. Apakah kurikulum perkuliahan sesuai dengan minat atau goals kita?
Poin penting yang tak kalah penting adalah syarat-syarat pendaftaran apakah sesuai dengan kondisi kita. Aku pernah menemui program studi yang mensyaratkan harus linier atau hal lain atau semacamnya. Oleh karena itu, lakukan riset tak hanya lewat web namun juga bisa bertanya langsung ke petugas di kampus tersebut. Hal yang aku lakukan kala itu adalah bertanya kepada teman yang pernah berkuliah disana. Hal tersebut cukup memberi gambaran sehingga aku bisa memutuskan bahwa kampus dan prodi tersebut sesuai denganku dan goalsku di masa mendatang.
Keempat, Mengkondisikan Anggota Keluarga
Sekali lagi, sebagai perempuan yang sudah berumah tangga. Kita terikat dengan peran istri dan ibu bahkan ketika kita menjadi mahasiswa kembali nantinya. Persiapan mengkondisikan keluarga ini cukup krusial dan bisa menjadi penguat bahkan penghambat jika tidak tepat memanajemennya.Belajar dari pengalamanku kemarin. Anakku berusia 5 dan 2 tahun saat mengambil studi S2. Kondisi ini sebenarnya tantangannya adalah di anak yang berusia 2 tahun sebab kala itu dia belum bisa disapih dan memasuki fase toilet training. Bersyukurnya, doi -teman hidup- sportif dan kooperatif dengan keputusanku untuk studi lanjut. Ini dukungan terbesar buatku untuk menjalani hari-hari selama kuliah seba bisa berbagi peran dengan beliau.
Kala itu, aku beberapa kali sounding ke anak-anak terkait aktivitas kuliah yang aku lakukan. Sesekali melibatkan mereka untuk mengetahui perkuliahanku dengan mengajak mereka ke kampus tempatku studi. Tak hanya itu, sebuah kebetulan yang cantik karena aku kuliah berbarengan dengan anakku masuk TK. Sehingga, berdasarkan lama tahun ajaran maka waktu studiku selesai sama dengan kelulusan anakku dari TK.
Alhamdulillah, bertukar cerita ketika belajar juga menjadi sarana bagiku untuk melibatkan anak-anak di aktivitas studiku. Tak jarang mereka juga melihat bagaimana aku mengerjakan tugas perkuliahan di rumah. Sesekali mereka meniru apa yang aku lakukan Sobat Hamim. Lucu kan?! Poin penting, aku tak segan berbagi peran tugas rumah ke mereka sekaligus melatih tanggung jawab hehehe modus bangetkan.
Sedikit pesan dariku, mintalah izin juga ke anak-anak saat memutuskan kuliah lagi. Keputusan #ibusekolahlagi sejatinya bukan keputusan individu melainkan keputusan keluarga. Satu peran tambahan yakni menjadi mahasiswa lagi, sedikit banyak akan berpengaruh pada dinamika hubungan di rumah. Selain itu, langkah ini adalah sebuah bentuk menghargai pendapat anak. Anak juga akan merasa dirinya dianggap dan berarti jika terlibat dalam aktivitas kita meski sekadar menanyakan pendapat sederhana mereka tentang keputusan besar yang akan kita ambil yakni sekolah lagi.
Kelima, Rumuskan Rencana Studi
Bagi Sobat Hamim yang mengambil studi lintas jalur sepertiku. Aku sarankan untuk tidak terlalu ambis di awal. Maksudnya adalah belajarlah sesuai kemampuan namun milikilah strategi untuk belajar. Seseorang pernah berkata, “ Orang-orang yang bisa selesai S2 tepat waktu sejatinya tidak selalu karena dia pinter. Namun, mereka adalah orang-orang yang gigih.” Dengan kata lain, pintar saja tidak cukup tapi harus punya strategi belajar dan rencana studi yang sudah kita rumuskan sebelumnya.Pengalamanku kemarin, aku memetakan rencana studiku berdasarkan kemampuan dan lama studi. Fyi, aku kuliah studi S2 dengan biaya sendiri. Oleh karena itu, aku harus bisa sebaik mungkin untuk bisa lulus tepat waktu agar tidak menguras jatah belanja eh… Gak sih Sobat Hamim, lebih tepatnya karena aku harus mendampingi kedua anakku yang memasuki sekolah SD dan TK.
Nah, kembali ke rencana studi dan strategiku menuntaskan target per semester. Satu tahun pertama, aku berfokus pada penguasaan ilmu psikologi. Semester satu, aku berfokus pada adaptasi belajar. Kuliah lagi setelah gapyear sepuluh tahun membuatku akan challenging meski perasaan terharu bisa memasuki ruang kuliah itu terasa besar. Gap usia dengan teman angkatan juga sedikit membuat kikuk awalnya, namun aku bersyukur lama kelamaan bisa lebih santai.
Semester dua, aku mulai berfokus ke konteks yakni belajar ilmu psikologi secara mendalam. Seputar penelitian juga banyak aku pelajari. Semester tiga, tugas semakin banyak dan materi belajar semakin fokus. Karena sejak awal ketertarikanku pada psikologi perkembangan besar. Sejak awal, tugas-tugas perkuliahan aku kaitkan dengan topik-topik psikologi perkembangan.
Selama pengerjaan tugas di lapangan ketika semester tiga. Aku gunakan sebagai kesempatan mencari topik bekal untuk tesis. Jadi, aku tidak terburu-buru lulus lebih awal karena menyadari bahwa kemampuanku. Namun, aku tetap belajar dan menyiapkan secara mandiri apa yang dibutuhkan untuk persiapan penelitian di tesis nanti. Seperti, belajar metode penelitian yang akan kita gunakan.
Aku bersyukur, langkah-langkah tadi cukup menjadi peta bagiku selama studi. Berdasarkan pengalaman studi inilah aku menyadari bahwa menyelesaikan studi itu modalnya tak hanya pintar atau lebih dulu tahu teorinya. Tapi, tentang mental dan kegigihan. Siapa yang mau belajar lebih keras insya allah akan lebih cepat sampai di garis finish.
Keenam, Siapkan budget
Nah poin krusial lainnya bagi ibu rumah tangga adalah uang. Bagi Sobat Hamim yang kuliah dengan biasa sendiri perlu mempertimbangkan budget yang harus disiapkan.Fyi, studi pasca sarjana itu kebutuhan publikasi cukup banyak. Maka persiapan budget tidak hanya untuk biaya kuliah per semester. Melainkan biasa plus plusnya, seperti publikasi, tugas yang mengharuskan kita turun kelapangan dan ketemu subyek langsung. Setidaknya, siapkan budget untuk akomodasi, dll.
Pun untuk teman-teman yang studi dengan beasiswa. Aku rasa tetap perlu menyiapkan budget tak terduga sebagai bentuk kewaspadaan. Beruntung jika bisa dilakukan reimburse ke pihak pemberi beasiswa.
Refleksiku Menjalani Kuliah Lagi Setelah Gapyear Sekaligus Menjalani Peran Sebagai Seorang Ibu
Pengalaman studi lanjut setelah gap year sekaligus telah menyandang peran sebagai ibu menyadarkanku bahwa ini perjalanan ini bukan sekadar perjalanan akademik semata. Melainkan perjalanan spiritual tentang keyakinan pada diri dan Yang Maha Kuasa Pemilik Ilmu. Kita menjalani proses belajar secara realita duduk kembali di bangku kuliah, mempelajari ilmu berdasarkan teks-teks di buku. Berjibaku dengan tugas-tugas yang secara tidak langsung melatih kita secara kognitif maupun keterampilan.
Di waktu bersamaan, kita juga belajar mengilhami bahwa pencapaian kita di titik ini adalah sebuah bukti tentang keyakinan kita pada Sang Pencipta yang memberi kesempatan itu. Kita jadi lebih menghargai waktu yang kita punya, belajar lebih mindfull, dan kemampuan kita untuk berpikir jauh lebih terbentuk. Tak hanya itu, kemampuan kita memandang permasalahan menjadi lebih reflektif sekaligus ilmiah.
Seperti tanaman padi yang semakin berisi semakin merunduk. Filosofi tentang ilmu padi sangat tepat menggambarkan seseorang yang memiliki keilmuan tinggi yang baik. Perilaku mereka menunjukkan ketinggian ilmunya. Konsep ini menekankan bahwa semakin tinggi ilmu, pengalaman, atau prestasi yang diraih, maka semakin rendahlah sikap dan perilaku seseorang, tidak menjadi sombong atau angkuh. Masya Allah!
Semangat meneladai ilmu padi!
Posting Komentar
Posting Komentar