=Hamimeha

Let's Read: Kenalkan Bahasa Ibu dengan Membaca Nyaring

2 komentar
Konten [Tampil]


Hidup sebagai keluarga perantau bagiku cukup berat. Karena harus berpindah tempat tinggal dari lingkungan satu ke lingkungan yang lain. Tentu tak mudah bagi seorang anak yang sedang tumbuh berkembangnya. Namun itulah yang aku alami. Masa kecilku. 

Terlahir sebagai keturunan suku Madura dan tumbuh di tanah Jawa tepatnya Jawa Timur. Seharusnya aku memiliki kekayaan bahasa karena keluargaku melakukan percakapan menggunakan Bahasa Madura sedang tetangga dan teman-temanku biasa memakai bahasa Jawa ketika berinteraksi. Di sekolah? Bahasa persatuan donk! Bahasa Indonesia. Belum lagi bahasa Inggris sebagai salah satu mata pelajaran yang harus kupelajari. 

Yup!

Pernah dengar celetukan, 

"Hebat ya kamu bisa empat bahasa sekaligus!" 

"Wuih, ini nih Hamim menguasai tiga bahasa asing," pecahlah tawa mereka guyonan khas remaja tanggung dengan bahasa Jawa "ngoko". 

Bagaimana dengan aku? 


Menyeringai adalah reaksi yang aku munculkan tiap kali mendengar bercandaan yang menyiksa menurutku. Karena jujur, meski di rumah, di lingkaran pertemanan dan sekolah beragam bahasa yang aku gunakan terlihat keren namun sejatinya membuatku bingung. Aku tidak benar-benar menguasai bahasa itu dengan baik. 

Hingga akhirnya, setelah mengenyam bangku kuliah. Lingkunganku semakin beragam, tak hanya seputar Jawa-Madura. Ada orang Makasar, Bali, Kalimantan, Sumba, dan pulau dari Indonesia yang lainnya. Wow, luas sekali Indonesia dengan keberagamannya. Tak hanya aku yang memiliki bahasa ibu. Rerata mereka juga lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia saat berinterkasi. Aku bersyukur, di sinilah aku seakan menegaskan diri hanya menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa percakapan sehari-hari. Karena bahasa Jawa maupun Madura meski aku mengerti tiap ada yang berbicara menggunakan bahasa itu,  aku nyaris tak bisa menjawab dengan bahasa yang sama. Akhirnya, Bahasa Indonesialah yang aku gunakan. Bahkan ketika berumah tangga dan memiliki anak sekarang ini. 

Keluarga kecil kami tinggal di Kota Pahlawan. Bahasa khas arek Suroboyo familiar di tempat tinggal kami. Namun karena pengalaman masa kecilku yang tak terlalu baik terkait bahasa. Maka kami putuskan untuk tidak menggunakan Jawa sebagai komunikasi kami sehari-hari. 

Apakah tidak ada keinginan mengajarkan Bahasa Jawa atau Madura kepada anak-anak? 

Tentu ada. Sangat ingin bahkan. Bahasa ibu yang biasa dikenal sebagai bahasa daerah adalah kekayaan bangsa ini. Bahasa adalah seni. Saat ini bahasa daerah terancam punah. Pada tahun 2017, data pemetaan bahasa daerah dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menyebutkan ada 652 bahasa daerah teridentifikasi dan divalidasi dari 2.542 daerah pengamatan di Indonesia. dan ada 71 dari 652 bahasan daerah yang telah didokumentasikan dan dipetakan vitalitasnya. Serta ada beberapa bahasa daerah yang telah dinyatakan punah. 

Menurunnya tingkat penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa percakapan sehari-hari bisa menjadi salah satu penyebab kepunahan suatu bahasa. Menurut Leanne Hinton, revitalisasi bahasa merupakan upaya untuk mengembalikan bahasa yang terancam punah, terlebih masyarakat yang telah mengalami penurunan pengguna bahasanya. Selaras dengan Jurmal Masyarakat dan Budaya, Lewis (2015) berpendapat bahwa suatu bahasa dikatakan terancam apabila semamin sedikit masyarakat yang mengaku bahasanya dan bahasa tersebut tidak pernah digunakan ataupun diajarkan kepada anak mereka. Selain itu, generasi mudah banyak beralih ke bahasa mayoritas sehingga jarang menggunakan bahasa daerah. Dampaknya, bahasa daetah tidak lagi memiliki generasi muda sebagai pelestarinya. 

Dalam hal ini upaya konkret yang dapat diterapkan oleh masyarakat dan pemerintah adalah melakukan revitaslisasi bahasa. Dalam hal ini, keluarga sebagai entitas terkecil sebuah tatanan masyarakat memiliki peran yang signifikan. Salah satu cara yang bisa diterapkan adalan dengan membiasakan melakukan komunikasi antar keluarga melalui bahasa ibu. Cara lain, membaca buku yang menggunakan bahasa ibu dalam penyampaiannya. Ketiga, menyediakan buku atau bacaan yang menghadirkan tulisan dengan bahasa ibu di rumah agar bisa dibaca oleh anggota keluarga dan lain sebagainya.

Bagi kami, membaca buku dengan bahan bacaan bahasa ibu adalah cara yang relevcan yang bisa kami lakukan. Menyadari kapasitas kami yang tak menguasai bahasa Jawa ataupun Madura dengan baik. Maka membaca buku dengan bahasa ibu tak hanya media belajar bagi anak melainkan juga kami, orang tua. Aku yang memang tak pandai Bahasa Jawa dan harus melihat pepak jika ingin tahu kosa kata yang khusus serta suami yang asli Suroboyo namun lama di Bandung tentu pilihan mengajarkan Bahasa Jawa sejak awal tidaklah tepat. Maka, mengajarkan Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah cara mendidik yang kami ambil.

Salah satu pengalaman masa kecilku yang tak ingin terulang pada anakku adalah tidak mendapatkan arahan yang tepat terkait bagaimana berbahasa yang baik. Baik itu bahasa Jawa maupun Madura. Akan tetapi hal tersebutlah yang menjadi motivasi bagi kami untuk mengenalkan bahasa Jawa dan Madura pada anak-anak. Sebagai bentuk tanggung jawab dan langkah konkret mempertahankan identitas diri. Karena bahasa ibu atau bahasa daerah ini adalah identitas diri sebuah bangsa. Maka melestarikannya adalah peran kecil yang bisa kami lakukan dari rumah.

Lalu, kapan mengajarkan mereka bahasa Jawa dan Madura? 

Kamipun sedang memikirkan hal tersebut. Khususnya aku sebagai ibu mereka. Yangmana memiliki peran besar karena berinteraksi dengan mereka sepanjang hari daripada ayahnya. Sejauh ini, pengalaman mengasah perkembangam bahasa yang aku lakukan ada beberapa kegiatan  seperti menyanyi, bercakap-cakap, bercerita, dan membaca buku. Stimulasi tersebut aku sesuaikan dengan milestone tumbuh kembang anak tentunya. 

Pada dasarnya perkembangan bahasa anak bertahap. Dalam hal ini aku sangat menggunakan momen tersebut. Dan amazing banget saat di usia anak dua tahun. Aku merasakan "ledakan bahasa" yang luarbiasa dialami oleh anak sulungku. Mengapa bisa demikian? 

Membaca. Aktiftas membaca ini kami lakukan sejak bayi baru lahir. Bahkan sejak dalam kandungan, aku membiasakan untuk membacakan buku di waktu senggang. Ternyata hal ini sangat berdampak saat proses tumbuh kembang anak, pasalnya menurut penuturan Paul Madaule dalam Earobics, suara ibu memberi gizi emosial bagi anak pralahir. Irama dan intonasi yang dilakukan oleh ibu bahkan sejak anak dalam kandungan bisa meresapi bahasa tersebut dalam sistem saraf mereka. 

Pada dasarnya kemampuan proses berbahasa terdiri dari dua aspek yakni kemampuan reseptif dan kemampuan produktif. Pertama, kemampuan reseptif, yaitu kemampuan menyerap, menerima, dan memahami tuturan orang lain. Kedua, kemampuan produktif, yaitu kemampuan menghasilkan tuturan, untuk mengekspresikan diri atau menanggapi rangsang bahasa yang disampaikan oleh orang lain. Ketika anak melakukan kegiatan berbahasa secara langsung, secara perlahan dan tentu saja tanpa disadari, telah terbangun unsur dan kaidah bahasa (kosa kata, struktur, dan makna).

Pada saat anak berusia 2 tahun, ia telah banyak menyerap kosa kata dari lingkungan sekitar. Ia mulai banyak memgekplorasi dunis sekitar mereka dengan bahasa. Inilah salah satu alasan muncul pertanyaan, "ini apa?" "itu apa?" muncul dari diri anak. Saat anak dibacakan buku, mereka kaya akan perbendaharaan kata, banyak menemukan kosa kata baru dan memiliki imajinasi kuat akan bacaan yang mereka dengarkan. Hingga ditahapan selanjutnya, mereka lebih mandiri untuk menguasai kosa kata lebih banyak dari bahan bacaan atau gambar dari buku.Sepanjang pengalam selama ini, melewati fase-fase tersebut membaca buku adalah stimulasi paling kompleks manfaatnya. 


Super banget ya ternyata membaca. Meski terkesan kegiatan sederhana namun banyak sekali manfaatnya. Tak sekedar membaca ya, dalam kesempatan ini untuk metode yang coba aku kenalkan ke anak-anak adalah motode WPB dan membaca nyaring. 

Apa itu WPB? 

Wordless Picture Book (Buku bergambar sedikit) merupakan alat belajar yang merangsang anak suka membaca. Yangmana merupaka metode membacakan buku dengan bahan bacaan yang minim tulisan dan didominasi oleh gambar yang warna-warni sehingga menarik. Dalam Planting the Seeds for Early Ready, Chaterine Shafski menunjukkan bahwa anak jauh lebih mudah belajar dengan telinga daripada mata. Warna mencolok pada buku adalah pemikat di awal. Sedangkan lebih dari itu, suara ibu lebih memikat dan menjadikan aktifitas lebih hidup. Hal ini rupanya selaras dengan konsep membaca nyaring. 

Namun initnya, metode WPB ini digunakan bagi anak usia dini agar lebih tertarik membaca selain menarik perhatian juga mengasah imajinasi mereka. Buku yang berisi cerita bergambar, karena melalui gambar anak akan berkreativitas dengan daya nalarnya. Sehingga hal ini merangsang kemapuan kognitifnya.

Apa itu membaca nyaring?

Menurut Yeti Mulyati dalam buku Keterampilan Berbahasa Indonesia SD, membaca nyaring merupakan kegiatan membaca yang dilakukan dengan cara melafalkan setiap kata, kelompok kata, dan kalimat dari bacaan yang kita hadapi. Jadi, membaca nyaring adalah cara membaca dengan bersuara, dengan memperhatikan pelafalan vokal maupun konsonan, nada atau lagu ucapan. Sedangkan dalam buku Read Aloud Handbook, membaca nyaring adalah aktifitas sederhana dengan menyisihkan waktu untuk membacakan cerita secara terus menerus yang berdampak membuat anak biasa memdengar, mau membaca, akhirnya berdampak anak bisa membaca mandiri dan mau membaca secara mandiri. Ditegaskan pula dalam buku tersebut bahwa ada cara efektif memasukkan kosa katapada anak yaitu melalui mata dan telinga.

Kedua metode ini coba aku gabungkan. Tak hanya mengoptimalkan fungsi pendengaran melainkan mata juga. Apalagi untuk anak di bawah satu tahun yang sebaiknya tidak melihat gambar bergerak. Membaca nyaring dalam buku Read Aloud Handbook menegaskan bahwa ada dua cara efektif memasukkan kata-kata pada anak yakni melalui mata dan telinga. 


Salah satu video yang mendapat tanggapan dari salah satu praktisi PAUD di Surabaya. Beliau menyampaikan bahwa di usianya sekarang (Asma, 3 tahun), beliau menuliskan sebagai berikut dalam chat wa pribadi;

Subhanallah bahasanya sudah tertata ... Usia berapa njih ...?

 Bagus banget ....melebihi di usianya ...

Anak yg bagus di bahasa kuat dalam pendengaran. Artinya mudah jika diajak hafalan.

Alhamdulillah, merasakan sekali dampak dari membaca ini bagi perkembangan kecerdasan bahasa anak kami. Selain membaca nyaring, kami juga biasa bercerita bersama kakak. Buku bacaannya juga beralih ke textbook, dengan bahan kertas yang bukan boarbook. Apakah kakak sudah bisa membaca di usia tiga tahun? Belum. Tapi dia sangat menikmati berintraksi dengan buku dan seolah membacanya dengan menggunakan bahasanya sendiri.



Apa sih bedanya bercerita dan membaca nyaring? 

Bercerita atau dikenal dengan mendongeng sekilas memang hampir sama dengan membaca nyaring. Namun sebenarnya ada perbedaan mencolok meski keduanya melakukan aktifitas membaca. Jika mendongeng buku bukanlah perlengkapan yang wajib ada. Sedangkan dalam membaca nyaring, ada tiga unsur yang harus ada agar bisa terlaksana membaca nyaring dengan optimal yakni pembaca, pendengar dan buku sebagai media bahan bacaan. Dan lagi saat membaca nyaring, anak bisa membaca dan mendengar dengan jelas tulisan mulai dari huruf hingga tanda baca. Sedang saat bercerita, pembaca lebih mendominasi menghidupkan suasana sembari berinteraksi dengan pendengar. Lalu apakah peran buku saat bercerita? Sebagai pelengkap. Selain itu, saat bercerita atau mendongeng dituntut menyelesaikan cerita hingga akhir agar bisa diambil pelajaran dari cerita yang telah disampaikan. Sedangkan saat membaca nyaring tidak demikian, anak dan yang membacakan tidak harus menyelesaikan bacaannya. Penekannnya adalah anak telah membaca. Menikmati sajian huruf, tanda baca, kata dan kalimat yang dibaca saat itu. 

Nah, jelas bukan perbedaan bercerita dan membaca nyaring. Untuk anak usia dini atau bahkan bayi sangat disarankan untuk membaca nyaring. Akupun sudah membuktikannya bersama kakak dan adik saat ini. Mengulang apa yang telah kami lakukan bersama kakak, maka pola pengasuhan dengan membaca nyarig ini juga kami lakukan bersama adik.

Jadi tahukan, kenapa membaca nyaring menjadi pilihanku saat mengasah kemampuan bahasa anak-anakku. Pun dengan anak keduaku, aku melakukan hal yang sama. Tak hanya itu, ternyata membaca untuk anak itu memiliki kekuatan hukum lho! Dalam Konvensi PBB untuk Hak anak pasal 30 menyebutkan bahwa,

Tiap anak berhak belajar dan menggunakan bahasa, adat istiadat, dan agama keluarga atau komunitasnya, terlepas dari apakah bahasa, adat istiadat, dan agama itu dipraktikkan oleh masyarakat mayoritas di negara tempatnya tinggal.

Bagaimana dengan mengenalkan bahasa Jawa dan Madura tadi? 

Mengapa tidak belajar bilingual sejak awal?

Karena sejak awal tidak memiliki kapasitas di bidang tersebut dan lagi sarana yang belum memenuhi kebutuhan kami. Maka mengajarkan satu bahasa kepada anak kami adalah hal yang paling relevan. Di usia kakak sekarang, yakni usia pra sekolah dan sudah mulai mengenal huruf. Aku rasa waktunya mengenalkan bahasa ibu kepadanya. Mengapa kusebut Bahasa Jawa dan Madura sebagai bahasa ibu. Karena itulah bahasa dimana aku lahir dan dibesarkan. 

Bagiku penting untuk anakku mengenal bahasa ibu-nya, yakni bahasa Jawa dan Madura. Karena lingkungan keluarga besar kami berdua adalah keduanya.  Nah bagaimana cara mengenalkan bahasa ini ke anakku. Awalnya jujur bingung sekali. Menyadari kapasitas yang kurang maka belajar dari pengalaman, membaca menjadi salah satu alternatif bagi kami. 

Membaca nyaring adalah cara efektif yang akan kami lakukan. Tapi satu masalah lagi yang menjadi tantangan kami. Terbatasnya bahan bacaan yang kami miliki yang berbahasa Jawa ataupun Madura. Dan saat ini sepeetinya bukan hal yang bijak mencekoki kedua bahasa itu kepadanya. Maka mengenalkan bahasa Jawa terlebih dahulu yang akan kami pilih. 

Terigat saat si kakak sedang bermain bersama ponakan yang lain. Sesekali kakak mengatakan, "Jangan ngguyu!" atau "bathuk" sambil menepok jidatnya. ternyata kosa kata terebut terbawa olehnya hingga kembali ke Surabaya. Tak jarang, aku menanyakan padanan kata dari bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia. Ternyata kakak bisa menjawab dengan baik. Misal, "ngguyu artinya tertawa", dan kata yang beberapa kata yang lainnya. Nah, artinya si kakak sudah siap nih buat menerima tambahan kosa kata baru yang bukan bahasa yang biasa kami gunakan. Siap-siap belajar bareng nih. 

Di era digital semacam ini sebenarnya mudah saja mendapatkan cerita berbahasa Jawa. Namun di usia kakak yang belum dua tahun kala itu, kami membatasi sekali interaksi dengan gadget. Sedang saat in, di usia kakak yang tiga tahun, kami memberikan kesempatan berinterkasi dengan gadget namun ada batasan. Sayangnya kebanyakan bacaannya itu tak sesuai dengan kebutuhan bahan bacaan anak. Emang bagaimana bacaan yang sesuai dengan usia anak? 

1. Yang jelas isinya ramah anak ya, tidak berisi konten yang membahayakan. Seperti kata-kata vulgar, kata-kata kasar dan kalimat yang kurang pantas. 

2. Sederhana kalimatnya. Jadi mudah dipahami. 

3. Dominan dengan gambar. Ini masih sangat berlaku bagi anak usia dini. Metode WPB masih aku gunakan kali ini. 

Setelah berselancar di dunia persosmedan, tepatnya IG. Bertemulah dengan akun Let's Read. Akun dengan profil pict gajah ini ternyata menyediakan aplikasi yang berisi kumpulan buku dengan beragam bahasa  dan disesuaikan dengan kebutuhan anak usia dini. Nah  jadi pas bangetlah! Macam "tumbu  enthuk tutup"  artinya hampir mirip dengan peribahasa  "bagai dulang dengan tudung saji".  Excited donkz! 

Aku bersemangat buat meng-install aplikasi ini. Mudah banget lho! Buka play store, tulis keyword Lest Read, pilih icon bergambar gajah, klik dan tunggu hingga proses instal selesai. 

Nah, bagi pengguna IOS, PC/Laptop bisa menikmati Let's Read melalui website. Mudah dan gratis!

Setelah Lets Read siap. Aku bukalah aplikasi yang didominasi warna hijau ini. Tampilan depan seperti ini. 


Tak hanya itu, Let's Read juga menyediakan berbagai bahan bacaan dengan kualifikasi level bacaan mulai dari buku pertamaku hingga level 5. Serta ada tema yang bisa kita pilih sesuai minta anak. Nah, yang penting bagiku saat ini adalah pilihan bahasa yang banyak. Pas banget kan buat kami yang sedang mencari refrensi bacaan buat mengenalkan bahasa ibu ke anak-anak, tepatnya bahasa Jawa. Namun tetap mempertimbangkan kesesuaikan dengan kebutuhan bacaan anak usia dini. Ini contoh tampilan Let's Read saat menentukan bahasa, tema, dan level bacaan. Dilengkapi juga pilihan font dan background dari tulisan sehingga membuat nyaman saat membacanya.

Nah ini contoh saat membaca nyaring salah satu buku berbahasa jawa bersama kakak.


Jadi, jangan tunggu nanti untuk install aplikasi Let's Read. Terutama dalam menjaga kekayaan budaya kita yakni bahasa ibu. Yuks cusslah!  Klik di sini!


Referensi:

1. Membuat Anak Gila Membaca, M.Faudzil Adhim

2. Read Aloud Handbook, Jim Trelease

3. https://tirto.id/bahasa-bahasa-daerah-yang-hampir-musnah-bu9C

4. Keterampilan Berbahasa Indonesia SD, Yeti Mulyati

5. Makalah Proses Pemerolehan Bahasa Anak, Nur Maidah, dkk.

Infografis:

1. Tirto.id

2. Paud.id

3. Hamimeha

Hamimeha
Bismillah, lahir di Pulau Garam, tumbuh di kota Santri, menetap di kota Pahlawan., Saat ini suka berbagi tentang kepenulisan-keseharian-dan parenting., ● Pendidik, ● Penulis 11 buku antologi sejak 2018, ● Kontributor di beberapa media online lokal dan nasional sejak 2019, ● Praktisi read a loud dan berkisah, ● Memenangkan beberapa kompetisi menulis dan berkisah, ● Narasumber di beberapa komunitas tentang parenting dan literasi. ●

Related Posts

2 komentar

  1. Let's Read ini membantu kita banget ya ngga kebingungan lagi cari buku bacaan untuk anak..apalagi ada bahasa daerahnya jadi membantu kita untuk mengajar anak bahasa daerah ya

    BalasHapus
  2. Iya mbak, terbantu jadinya. Apalagi buku memggunakan bahasa daerah menurutku mulai langka. Alhamdulillah terbantu sekali. Salam kenal ya mbak

    BalasHapus

Posting Komentar

Popular