=Hamimeha

Menanam Benih Iman Melalui Lisan

32 komentar
Konten [Tampil]

 


"Arrrggggg" suara teriakan itu menyentakkanku. Kulirik jam terlihat menunjukkan angka satu, tapi ini masih gelap. Kuhampiri putri sulungku lalu ku peluk sambil menanyakan kenapa. Dia terus menangis seakan sedang melihat sesuatu yang menakutkan.

"Kak, ada apa Nak?" sambil tetap memeluknya sambil terus meronta dan agak berteriak histeris. Lalu kubisikan istighfar lalu membisikkannya pelan, "Kak, ada Allah. Jangan takut ya." 

"Yuks, kita doa lagi!" ajakku sambil menepuk punggungnya pelan. Dia akhirnya terlelap dalam dekapanku. 


Ah, begitulah!

Sebuah kejadian yang awalnya membuatku agak kesal. Pertama kali reaksiku memang agak berlebihan. Ku tanya dan kupaksa dia diam. Dia malah menangis histeris hingga beberapa menit lamanya. Hanya karena lelah menangis sepertinya, akhirnya dia tertidur. Di malam berikutnya aku merasa sikapku yang kemarin tidaklah tepat. Mungkin akibat kelelahan dengan segala macam urusan domestik dan momong bayi yang sedang aktif-aktifnya. 


"ARRRHGGGHHGGG", teriakan itu melengking lagi. Sambil menangis ketakutan dan penuh amarah. Ku buka mata dan segera kupeluk dia. Aku tak banyak bertanya, kusampaikan "Jangan takut, ada Allah yang melindungi kita." 

“Kita doa lagi yuks,” ajakku sambal mengucapkan doa sebelum tidur. Pelan-pelan tangisnya mereda. Dan tidak membutuhkan waktu lama, alhamdulillah. 


Seiring waktu kejadian menangis tengah malam tak lagi terjadi. Kakak tidur jauh lebih tenang. Bangun pagipun terlihat lebih segar. "Assalamu'alaikum, Kakak!" sapaku pada kakak saat melihatnya membuka mata yang masih bermalas-malasan di kasur. "Aku gak nangis," katanya sejurus kemudian. 

"Wah iya ya," sembari kuselesaikan menyapuku. 

"Soalnya kemarin Kakak berdoa?" lanjutku.

"Iyalah," khas jawaban kakak.

Lalu kuhampiri dia dan duduk di sebelahnya. 

"Alhamdulillah, Bunda senang sekali Kakak tidak nangis lagi." 

Kupegang kepalanya lalu kuusap pelan, "Karena Kakak berdoa sebelum tidur. Jadi, Allah yang menjaga Kakak selama tidur." 

"Iyalah." Jawaban khas yang entah darimana ia mencontohnya, hehehe. 


Sejujurnya kami tidak tahu apa penyebab bocah 3.5 tahun itu menangis tengah malam. Namun pernah suatu kali aku mengajaknya bicara. Jawabannya singkat saja "takut". Bahkan ketika kutanya lagi dia tak memberikan jawaban jelas. Kadang aku berpikir apa karena omelanku saat dia melakukan hal tak menyenangkan menurutku. Atau teringat saat aku marah padanya. Sehingga terbawa dalam alam bawah sadarnya. Tak jarang sebelum tidur aku mengajaknya ngobrol sebentar dan meminta maaf jika seharian tadi aku sempat marah ke dia. Kemudian berdoa. 


Semenjak peristiwa sering menangis tengah malam itu. Aku mencoba memberikan penjelasan panjang tentang doa. Mengapa harus berdoa?  Khususnya doa sebelum tidur. Kucoba memberikan pemahaman bahwa jika berdoa maka kita sedang berkomunikasi dengan Allah. Allah itu Maha Kuat, bisa melindungi kita dari apapun. Pun saat kita tidur, jadi tidak perlu takut. Kan ada Allah yang melindungi kita. 


Ah, memberikan pemahaman semacam ini seakan menguatkan diri sendiri. Tentang makna  rububiyyah dan uluhiyyah. Apakah penjelasan itu cukup sekali? Oh jelas tidak. Berkali-kali, bahkan dimana ada waktu-waktu mengucapkan doa. Maka aku mengulang lagi dan lagi. 


Semisal saat makan. Ritual berdoa itu biasa kakak lakukan tanpa diminta. Eh, kakak adalah panggilan untuk putri sulungku. Namanya Asma, kami panggil Kakak Asma. Ia akan menengadahkan tangan lalu berdoa. Namun beberapa waktu terakhir aku juga membiasakan untuk mengucapkan "Alhamdulillah, hari ini kita bisa makan" sambil kulahap hidangan kami. "Terima kasih ya Allah," lanjutku. "Kenapa Bunda?" tanya kakak sesekali. Bagi dia saat orang mengucapkan terima kasih artinya ada sesuatu. Semisal membantu, memberi hadiah atau telah berbuat baik. Dan lagi-lagi, tak sekali dua kali aku mengulang penjelasan yang sama. 

"Alhamdulillah, kita bisa makan. Masih diberi rezeki oleh Allah.

"Ehmmm, enakkk. Alhamdulillah." ucapku lagi. 

Dia tampak belum puas saat pertama kali kujelaskan. Hingga berkali-kali aku menerangkan hal serupa. 

"Kan alhamdulillah itu artinya bersyukur Kak," tegasku lagi. 

"Itu lho, kayak di buku Kakak," celotehku sambil mengingatkan salah satu buku miliknya.

"Oh iya, syukur seperti Rasulullah!" serunya. 


Alhamdulillah, anak kami telah kami kenalkan dengan buku sejak usia tiga bulan. Dan memiliki koleksi satu paket buku yang gak murah di usianya genap setengah tahun. Dan menghadirkannya di rumah kami tidaklah mudah. Sebab kami perlu menyisakan sedikit demi sedikit memotong uang belanja dalam bentuk tabungan. Karena jujur, harga yang dibandrol seharga hp canggih di kala itu tak akan bisa kami bayar tunai. Maka menabung adalah cara yang kami pilih. Singkat cerita, hadirlah sepaket buku yang berjudul Balita Berakhlak Mulia (BBM) itu di rumah kecil kami. Dan alhamdulillah, sedikit demi sedikit tahun ini kami mulai menabung lagi untuk menghadirkan Buku Pintar Iman Islam (BPPI). Serta buku-buku lain namun harganya tak se-wow kedua paket itu.


Berkisah.

Adalah salah satu cara yang kami pilih untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada anak kami. Sejak awal, aku menekankan kepada suami bahwa aku ingin anak-anak mencintai literasi sejak dini. Khususnya membaca. Membangun minat baca inipun perlu usaha keras yang konsisten. Sejak hadirnya buku mahal itu, kami rutin membacakan pada kakak satu buku diulang-ulang. Hingga di usianya yang baru dua tahun. Kami takjub sekali dengan ledakan bahasa yang luarbiasa darinya. Dia bahkan bisa menceritakan ulang tentang isi buku ala dia. Dan hal ini sangat membantu kami di usianya sekarang. Berkomunikasi interaktif termasuk membuat kesepakatan.



Membaca, berkisah dan berdiskusi ringan sangat membantu bagi kami untuk memasukkan nilai-nilai yang ingin kami tanamkan kepadanya. Terutama bab iman. Ah, ini materi yang berat bagi kami. Sebagai orang tua yang fakir ilmu. Aku butuh support kuat. Buku menjadi sarana pendamping kami menanamkan iman itu. Itulah salah satu alasan jika ada yang bertanya, "Beli buku kok mahal banget sih?" 


"Kan anaknya masih kecil. Kok sudah dibeliin buku mahal?" 


Dan beberapa kalimat pertanyaan serupa yang lebih terdengar seperti nyinyiran. Ini bukan bab hitungan rupiah yang kami keluarkan. Namun tentang ikhtiar kami menanamkan keimanan kepada anak-anak kami. Bukan juga menaikkan gengsi bisa memborong buku seharga uang belanja bulanan. Akan tetapi kebutuhan anak dalam mendukung tumbuh kembangnya. Dan terlalu panjang jika harus diurai betapa full manfaatnya membacakan buku dan berkisah sejak dini bahkan sejak dalam kandungan. Apalagi jika isi bukunya “daging” banget! Utamanya buku yang menumbuhkan fitrah iman. Meski mahal tapi worth it lah!


Aku ingin mencuplik sedikit dari buku yang sedang aku baca yang berjudul The Read-Aloud Handbook disebutkan;

Seperti halnya tonggak kayu yang sangat penting sebagai penyokong utama berdirinya rumah, kata-kata adalah struktur utama untuk pembelajaran. Hanya ada dua cara efisien memasukkan kata-kata ke dalam benak seseorang: melalui mata atau melalui telinga. Karena anak masih butuh beberapa tahun lagi untuk membiasakan membaca matanya membaca, sumber terbaik bagi ide dan pembangunan otak adalah telinga. Apa yang akan kita kirim ke telinga menjadi fondasi kuat bagi seluruh otak si anak. Suara-suara penuh arti yang ditangkap akan membantu anak memahami kata-kata yang dia dapatkan melalui mata saat dia nanti belajar membaca. (Hal.39) 


Ku baca berulang-ulang bagian ini. Ya Allah, rasanya ada syukur yang tiada tara. Rasanya terbayarlah kepingan rupiah, tenaga, pikiran dan waktu saat kami repot-repot meluangkan waktu untuk membaca dan berkisah kepada anak kami. Padahak masih bayi saat itu. Sebegitu dahsyatnya efek dari lisan kita, kekuatan kata-kata. Apalagi jika kata-kata yang keluar adalah bernilai penanaman fitrah keimanan. 



Seperti saat kakak menginginkan sesuatu. Kami memang tidak ingin membuat kakak mudah mendapatkan apa yang dia minta atau bahkan sekadar hadiah karena momen ulang tahun misalnya. Tidak! 


"Bunda, aku ingin beli es krim-es krim-an," katanya suatu kali. Karena beberapa kali melihat di youtube channel unboxing mainan anak. Ehm, tercetuslah ide bisa menjadi salah satu sarana menguatkan makna berjuang ala kakak. 

" Boleh," kataku. 

" Boleh kan, Yah?" seruku pada ayah yang sedang sibuk dengan laptopnya namun menyimak perbincangan kami. 

"Tapi kan kemarin kakak sudah beli mainan di Sakinah—nama salah satu mini market di area kami tinggal--?" sambung ayah.

"Dari uang yang diberi Kung." tukasnya lagi. 

Kakak tampak kecewa dengan jawaban ayah yang seakan menutup harapannya. 


"Boleh Kak, tapi ada syaratnya!", sahutku.

Kakak terlihat tertarik menyimak penjelasanku. 

Mungkin dia akan berpikir nanti bisa beli lagi. 

"Ada tiga syaratnya, Kak." 

"Insya Allah, kita bisa membeli mainan lagi." kuselesaikan kalimatku dengan senyum memberi harapan. 

"Apa itu?" serunya penuh suka cita. 

" Ada tiga, berdoa, nabung, sabar," singkat kukatakan. 

"Coba kakak ulangi, berdoa, nabung, sabar," ulangku. 

Lalu kakak mengikuti mengucapkan tiga syarat tadi. 

Ku jelaskan pelan-pelan padanya. Mengapa harus berdoa, karena Allah yang memberi rezeki kepada kita dengan ayah bekerja. Jadi ayah bisa dapat uang dan memberi uang kepada kakak. Penting banget menanamkan konsep ini sejak dini.  Rezeki itu dari Allah. Jadi, poinnya adalah ketergantungan kita pada Allah tinggi. Khususnya bab uang ini. Sejauh ini hal ini ternyata cukup berhasil. Jika kakak ingin sesuatu maka dia akan berkata, " Bunda, aku mau ke Transmart. Pakai uang ya Bunda?" 

" Aku mau berdoa kepada Allah." 

" Nanti ayah mendapat rezeki dan kita bisa ke Transmart deh!"

" Insya Allah," pungkasnya. 


Hahahha, antara senang, haru juga geli. Alhamdulillah, kata insya Allah ini pun juga mulai aku perkenalkan kepada kakak di usianya yang telah lewat tiga tahun ini. Karena diskusi kami akhir-akhir ini cukup interkatif. Sehingga, memberikan pemahaman melalui kalinat penjelasan sudah mulai dia pahami. Masya Allah, luarbiasa Allah dengan wahyu pertamanya ya!

"Bacalah dengan nama Tuhanmu". Dampak membaca ini sangat terasa sekali di usia prasekolahnya saat ini. 


Kedua, menabung. Kakak hobby sekali mengumpulkan uang koin. Akan tetapi sebenarnya dia belum mengerti tentang nominalnya. Yang dia tahu uang bisa untuk membeli sesuatu. Sebagai alat tukar jual beli. Nah, mengumpulkan uang dari yang ia punya untuk ditabung  sehingga bisa digunakan membeli mainan. Ada usaha sebelum dia menginginkan sesuatu. 


Terakhir, sabar.  Sabar ini ada dalam salah satu jilid buku paket BBM berjudul Sabar Seperti Rasulullah. Apakah kakak paham arti sabar? Entahlah. Tapi sepertinya dia memahami sabar itu seperti orang sedang antre. Dan lagi Allah suka dengan orang yang sabar. Dan menolong orang-orang yang sabar. Wah, menanamkan bahwa kita sebaiknya melakukan apa yang Allah suka ini juga tidak sekali atau dia kali percakapan. Misal saat beberes kamar yang seperti kapal pecah. 


"Tuh kak, jadi bersih dan rapi," seruku setelah membereskan barang-barang berserakan. 

"Jadi nyaman ya Bunda," kata kakak menyahuti. 

" Rapi, indah, aku suka," lanjutnya. 

" Iya, kan Allah suka keindahan. Kalau rapi jadi indah maka Allah suka." Percakapan kamipun selesai. 


Di lain kesempatan kamar terlihat rapi.

"Siapa yang rapiin Kak?" tanyaku saat memasuki kamar setelah menyapu di teras depan. 

"Kakak," serunya bangga. 

"Jadi rapi deh, Allah pasti suka ya Bunda," ucapnya renyah.

Ah Nak, melting rasanya. Iya iya, Allah Maha indah dan menyukai keindahan. 


Apakah itu artinya kakak sudah benar-benar paham?

Hahaha, dia masih usia balita. Aku tak berekpektasi terlalu tinggi. Dengan dia banyak mengingat Allah dalam setiap aktivitasnya adalah sebuah kesyukuran bagi kami. Menjadikan pikiran dan hatinya diliputi rasa cinta kepada Allah sebagai: pencipta, pelindung, pemberi rezeki, penolong dan lain sebagainya adalah anugerah. Pemahaman akan terus berkembang seiring bertambahnya usia dan konsitensi kami mengasah fitrah keimanannya. Termasuk saat bermain, missal menanam tumbuhan kacang hijau tiga bulan lalu. Kerap sekali aku mencoba menyampaikan bahwa tumbuhan, tanah, air dan matahari ini ciptaan Allah. Pun saat sesi bermain yang lain, ada aja yang aku sambungin dan selipin tentang kuasa Allah di dalamnya. Allah lagi, Allah lagi, Allah terus. Allahu Akbar, luarbiasa amanah sebagai orang tua. Anakku adalah pertanggung jawabnku. Kami harus semangat! 


Ada saat kami sedang santai bersama, tetiba dia bertanya, "Allah itu apa sih Bunda?"

Dieengg! 

Sebenarnya sudah sering dibahas. Allah itu Tuhan kita, yang menciptakan manusia, hewan, tumbuhan, dan alam semesta. Yang kita sembah seperti dalam buku Taat Seperti Rasulullah. Lanjutnay dengan pertanyaan, “ Boleh tidak menyembah berhala?” kebetulan dalam buku itu ada sesi dimana masyarakat Arab menyembah berhala. “Tidak boleh,” jawabnya cepat. “ Nah, betul,” kataku. 

“ Yang kita sembah itu Allah, kita harus taat hanya sama Allah,’ tegasku lagi.

Apakah kakak puas? Setidaknya dia ada gambaran. Mungkin dia sedang bermain-main dengan imajinasinya. Kemudian tercetuslah pertanyaan-pertanyaan yang tak terduga. 


Reaksi Bunda? 

Jangan marah. Tahan untuk membentak. Nge-gas "Kan kemarin sudah Bunda bilang!" 


Sabar. Sabar. Sabar. 

Tarik napas. Tahan, hembuskan. Istigfar dalam hati. Senyum. Bisa berhenti sejenak biar otak agak dingin.Barulah memberi jawaban. Begitulah anak-anak, mereka memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Sedangkan menjelaskan perihal iman itu hal tak kasat mata. Sulit diimajinasikan bagi anak yang sedang belajar dari hal-hal kongkrit. Jadi, kita yang harus memiliki stok sabar yang segunung atau seluas samudra.  Pahamilah, bahwa anak kita sedang belajar. Dan kita adalah gurunya. Teladan baginya. 


Dalam buku Membumikan Harapan Keluarga Islami, aku menemukan penjelasan  yang baik tentang bagaimana berinteraksi dengan anak usia 3-6 tahun. Bab pertumbuhan akal, pada fase itu anak akan banyak bertanya dengan memakai seluruh kata tanya; apakah, mengapa, kapan, di mana dan siapa. Rasa ingin tahunya tinggi namun mereka belum tentu memahami jawabannya. Di usia tersebut, ciri khas fase ini adalah anak suka bermain khayalan sehingga apa yang diucapkannya tampak seperti berbohong. 


Nah, bagaimana respon kita? 

Seperti yang aku jelaskan di atas. Sabar dan tetap memberi respon positif. Kendalikan reaksi kita saat mendapati pertanyaan atau tingkah aneh dari si anak. Karena ini penting menentukan bagaimana dampak dari reaksi kita terhadap psikologis anak. 


Selaras denga nisi buku yang kulahap sejak tahun lalu, The Danish Way Parenting. Buku yang menceritakan pola pengasuhan ala orang Denmark ini penuh insight, terkait bagaimana kita bertindak dan bereaksi kapada anak. Dalam buku tersebut dituliskan;

Meningkatkan kesadaran diri kita, membuat keputusan pada saat sadar tentang tindakan dan reaksi kita adalah suatu langkah pertama menuju perubahan hidup yang efektif. Ini adalah cara kita menjadi orang tua yang lebih baik--dan orang yang lebih baik.


Pelukan, doa, kalimat menenangkan itu ternyata juga dicontohkan oleh Rasulullah saat Hasan dan Husain mengalami ketakutan karena dihampiri ular di sebuah lereng bukit. Kisah ini aku baca di dalam buku Membumikan Harapan Keluarga Islami. Ini adalah contoh reaksi positif ya, saat melihat anak ketakutan bukannya marah atau bertindak kasar dan menghentikan ketakutannya secara paksa. Seperti yang kulakukan dulu, hiks! Inilah pentingnya ilmu sebelum amal.


Ah, aku merasa masih sering khilaf. Belum sepenuhnya mempraktikkan. Ingin rasanya membabat habis semua buku parenting, menghadiri setiap majelis ilmu mendidik anak dan forum-forum menjadi orang tua. Tapi nyatanya, aku belajar sembari menjalaninya. Buku, sekali lagi adalah supporting system yang kuat di rumah kami. Karena melalui buku ini kami mendapatkan ilmu, sehingga ilmu ini bisa kami jadikan bahan menanamkan iman melalui lisan. Dengan membaca, berkisah, berdoa serta membiasakan berkata yang baik. Semoga bisa menjadi bekal membentuk keluarga yang berkah. Aamiin.


Bismillah bertumbuh bersama ya Nak! 

Masya Allah, tak ada habisnya cerita membersamai buah hati. Selalu ada hal istimewa dan berkesan ditemui. Ada aja! Semangat bertumbuh bersama menanam benih iman!



Hamimeha
Bismillah, lahir di Pulau Garam, tumbuh di kota Santri, menetap di kota Pahlawan., Saat ini suka berbagi tentang kepenulisan-keseharian-dan parenting., ● Pendidik, ● Penulis 11 buku antologi sejak 2018, ● Kontributor di beberapa media online lokal dan nasional sejak 2019, ● Praktisi read a loud dan berkisah, ● Memenangkan beberapa kompetisi menulis dan berkisah, ● Narasumber di beberapa komunitas tentang parenting dan literasi. ●

Related Posts

32 komentar

  1. Masya Allah luar biasa mommi, buah dari membacakan buku sudah terasa manisnya. Akupun masih sering alpa dan masih ingin terus belajar lagi dan lagi tentang parenting .. sehat selalu untuk keluarga ya mom ..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah. Aamiin aamiin. Terimakasih Bunda.

      Hapus
  2. bener banget yah mom, huhu, aku pun jadi suka pengen istighfar sendiri kalo lihat tingkah anak yang adaptif banget dari apa yang kita lakukan...

    BalasHapus
  3. Setuju, buku yang berkualitas bisa jadi sarana kita sekaligus belajar juga, minimal jadi motivasi buat kita belajar lebih dalam dari sumber yang lebih lengkap atau guru yang lebih berilmu, juga jadi pemantik diskusi dengan anak, jadi kebersamaan kita lebih terarah dan bermanfaat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya betul. Makanya dikatakan salah satu manfaatnya adlaah membangun bounding dg ortu keyika membaca bersama anak

      Hapus
  4. Nahla lagi pengen dibelikan buku baru juga nih,.. harus nabung dulu emaknya, hihi. Lagi nyari referensi buku untuk anak 5 tahun, soalnya dia udah banyak ppengen tahu ttg space, sains, dan lainnya. buku memang salahs satu sarana terbaik untuk menememani pengasuhan kita ya mbak..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada ada sini tak bisikin hihi. Judulnya SAINSq bagus banget buat anak2 yg masuk fase cuirousnya tinggi

      Hapus
  5. Penggemar buku juga anakku mbak. Belinya pas bazar gt atau momen2 diskon sukanya hahahaha. Tapi emang buku itu mrdia ajaib buat sounding anak. Salam literasi ya mb

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyes.. meksi agak.merogoh kantong untuk menghadirkannya

      Hapus
  6. Anakku juga sebiasanya ku biasain gemar sama buku mbaaa... Belinya di saat moment2 tertentu, kayak pas ada bazar buku murah atau jastip event bbw.. ehhehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bun. Kalo gak karena tahu faedahnya yg bejibun tentu agak mikir mau mengerogoh uang blanjaan hehehr

      Hapus
  7. MasyaAllah bener banget yaa. Emang semuanya harus dibiasain dari kecil. Termasuk kebiasaan berdoa inii. Thanks kak remindernya

    BalasHapus
  8. Membaca buku memang salah satu cara pengasuhan terampuh. Banyak nilai-nilai bisa ditanamkan dari proses membaca bareng anak ya mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah mbak maritaaaaaa.....diriku belajar darimu. Iyes buku teman belajar anak2

      Hapus
  9. Beuh tulisannya "kelihatannya" ringan tapi dalam banget sampe nonjok saya rasanya. Trims sudah "ditonjok" Kak.

    BalasHapus
  10. sedini mungkin ditanamkan hal positif demi.kebaikannya kelak. Dan mesti super sabar banget ya sama anak2. Kelak mereka yg akan mengayomi kita dengan hal hal yg kita tanam pula

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyes mbak.. hiks. Kalo inget itu. Masa kanak2 itu gak lama kok.

      Hapus
  11. MasyaaAllah terima kasih Mbak sudah menceritakan pengalamannya. AKu ada PR untuk mengenalkan Allah kepada si kecil. Usianya juga udah 3 tahun. Semoga bisa saya praktikkan di kehidupan ananda sehari-ahri

    BalasHapus
  12. wah mbak hamim bukunya cakep2 bener ya. memang sejatinya kita menanm benihiman lewat keseharian anak2 dan cara yang menyenangkan ya..salah satunya dengan membaca buku ini

    BalasHapus
  13. Kak Hamim, cerita dan ulasannya mendalam banget. Meskipun aku belum berumah tangga, berasa kayak dikasih insight baru. Well noted, deh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah.. iya kakak. Pokoknya jangan berhenti belajar.

      Hapus
  14. Kadang aku masih suka kelepasan dan nggak sabaran dalam membersamai si kecil. Padahal pahala jadi ibu tuh luar biasa banget ya mom

    BalasHapus
    Balasan
    1. hiks iya betul. samaan. . perlu banyak latihan macam gini. . saya sendiri masih terus belajar moms

      Hapus
  15. MasyaAllah, membangun kedekatan dan interaksi yang positif bisa lewat aktivitas membaca. Huhuuu jadi inget dulu aku paling suka kalau dengerin nenek bacain cerita. Makanya aku dekat banget sama beliau.

    BalasHapus

Posting Komentar

Popular