=Hamimeha

7 Tips Betah Berhijab Sejak Dini

26 komentar
Konten [Tampil]



"Duh, anakku susah banget mbak kalau dipakain jilbab."

"Ihh, kok betah sih pakai jilbab. Anakku dipakai baru semenit eh dilepas lagi."

"Anakku pakai jilbab pas sekolah aja, pas main dan di rumah ya nggak. Gakpapa, masih kecil--SD kelas 6--"

"Ya Ampun, gak gerakkah bayi pakai jilbab gitu?"
Sambil liat bayi nangkring di stroller pakai jilbab.

"Masih kecil udah jilbaban, emaknya itu yang pengen."

Ya begitulah contoh-contoh pernyataan dan pertanyaan seputar anak yang berhijab sejak dini. Ada yang pro berhijab sejak bayi namun gak sedikit yang kontra dengan sederet alasannya.

Pro dan kotra pilihan masing-masing personal ya. Yang jelas, bayi tidak harus berhijab. Jadi yang mau memakai kan hijab sejak bayi silakan dan yang tidak juga tak masalah.

Nah, bunda si duo sholihah bagaimana?
Menjalani peran ibu dengan pengalaman hampir empat tahun membersamai kakak, putri sulungku. Alhamdulillah, dia sudah pakai hijab sejak usia satu bulanan hingga sekarang dan betah. Bahkan ketika di rumah sehabis mandi pasti perlengkapan selain baju tentu jilbab tak ketinggalan.

Dan, sebab itulah terlepas dari pro kontra itu. Aku ingin berbagi tentang kesuksesanku membuat anak betah berhijab. Nih, aku coba kupas 7 tips betah berhijab sejak dini.

Oh ya, ini adalah share pengalaman pribadi ya, mungkin bisa sama atau tidak. Namun secara umum dari beberapa orang yang aku amati melakukan tips yang tak jauh beda denganku.

Sebelum membahas tips, ada baiknya jika kita tahu terlebih dahulu. "Kapan anak harusnya berhijab?"

KAPAN ANAK SEHARUSNYA BERHIJAB?

Berdasarkan hukum islam, berhijab adalah menutup aurat. Dan kewajiban bagi seorang muslim menutup aurat itu adalah sejak anak memasuki fase baligh. Yakni di usia 15 tahunan. Keluarnya darah haid adalah ciri khas seorang anak perempuan berada di fase itu. Meski dewasa ini tidak selalu benar. Karena pertumbuhan fisik anak zaman now lebih cepat secara biologis. Pernah kudapati anak usia 8 tahun sudah mengalami haid. Entah apa sebabnya, bisa hormonal atau efek makanan yang dikonsumsi. Kalau laki-laki ditandai dengan mimpi basah tapi tidak aku bahas ya hehehe.

Secara psikologis, baligh ini lebih ke kematangan usia dalam berpikir.  Tidak selalu anak gadis yang sudah menstruasi artinya baligh. Namun sebaiknya dianjurkan untuk sudah bisa merawat dirinya. Dalam hal ini menutup aurat mereka.

Jadi, berhijab saat bayi itu suka-suka kesepakatan dalam keluarga ya. Boleh iya boleh tidak. No debat! 😊



Mengapa sih harus berhijab?

Untuk keluarga yang membiasakan bayinya berhijab, mungkin memiliki pemkiran sama denganku. Membentuk kebiasaan.

Petama, membentuk kebiasaan. Pembiasaan ini penting. Agar nanti jika waktunya kewajiban itu tiba. Mereka tidak canggung lagi. Kedua, kewajiban bagi muslimah yang sudah baligh. Ini jelas ya, ada dalam firmannya di Al quran surat An-Nur ayat 31. 

"Dan katakanlah kepada wanjta yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya.." 

Jelas ya, Allah yang ngasih perintah lho!
Dikuatkan lagi di Q.s Al Ahzab ayat 59.  Lebih jelas lagi bahwa perintah ini diberikan kepada istri nabi, anak perempuan dan istri orang mukmim. Tujuannya agar mereka lebih dikenal dan tidak diganggu. Jelas ya! Tak hanya menutup aurat namun juga sebagai identitas diri bahwa kita adalah seorang muslim. 

Ketiga, menguatkan fitrah seksual. Hal yang paling keliatan dari ciri seorang perempuan tak hanya menunjukkan paras cantik ya. Karena hijab ini selain khas identitas seorang muslimah namun juga jender. Karena lelaki tampan yang cantik banyak, 🤭eh. Jadi begitu ya sederhananya. Semoga sedikit memberi wawasan alasan kenapa harus berhijab.

Dari ke-3 poin di atas, fokus kami saat ini adalah poin pertama. Membentuk kebiasaan. Alhamdulillah, selama hampir empat tahun pengalaman membersamai tumbang putri sulungku. Termasuk kebiasaan memakai hijab ini membuatku mendapatkan kesimpulan seputar hijab.

Di usia kakak sekarang, bocah yang belum genap 4 tahun ini saat mau keluar rumah bahkan ketika keluar gerbang untuk main di halaman rumah. Dia tak lupa menggunakan hijabnya.

"Aku malu Bunda," katanya suatu hari sambil merapikan jilbabnya.

"Nanti kelihatan auratnya," lanjutnya terus lari ke luar rumah mengamati capung yang berterbangan di atas hijaunya daun-daun.

Ah, sudah sejauh mana dia paham terkait aurat aku sendiri tidak bisa memastikan. Yang pasti hijab menjadi salah satu kelengkapannya menutup anggota tubuhnya selain baju yang ia pakai. Begitu pula si adik sejak usia sebulan sudah pakai hijab dan alhamdulillah betah.

Belajar dari pengalaman bersama kakak sebelumnya. Untuk adik, aku lebih hati-hati dalam membeli hijab untuk bayi khususnya. Termasuk kesalahan-kesalahan yang pernah aku lakukan sebagai pengalaman perdana kami.

Nah, dari itu semua aku di sini mencoba memberikan insight seputar hijab bayi. Ada 7 tips membuat anak betah  memakai hijab sejak bayi;


Pertama, anti paksaan.
Jangan menuruti ego agar anak terlihat cantik atau lucu ya Moms. Jika anak dirasa belum terbiasa menggunakan hijabnya maka pelan-pelan saja membiasakannya. Jangan dipaksa. Tapi harus tetap konsisten membiasakan sedikit demi sedikit. Mungkin dengan hal-hal yang mereka sukai. Semacam memilih warna, modal dan bahan.

Kedua, perhatikan bahan dan modelnya. Ini kuncinya ya, sudah sempat aku singgung dipoin pertama. Karena dengan bahan yang nyaman dan model yang gak ribet atau disukai anak. Anak akan suka rela memakai hijabnya.

Karena bahan yang nyaman ini, membuat kita betah memakai sesuatu meski kondisi apapun dan dalam waktu yang lama. Seperti pakai baju kan juga begitu. Apalagi buat bayikan?
Kain yang seperti apa?  Kain yang lembut, adem dan gak terlalu licin. Karena namanya bayi ya, mereka belum bisa ngapa-ngapain. Menangis adalah bahasa mereka. Indikator bayi nyaman dengan yang dia pakai adalah saat bayi tenang. Berlaku juga untuk balita.


Dalam hal ini aku merekomendasikan hijab yanhg berbahan jersey premium. Premium ya, karena aku pernah membeli jilbab modelnya aku suka, warnanya juga. Infonya bahannya jersey. Ternyata setelah sampai barangnya, tipis, agak kasar dan gerah. Ya, gak banyak mengeluh karena secara harga memang tak umum. Murah, bahkan tak sampai sepuluh ribu. Selaras dengan istilah Jawa ini, "rego gowo rupa" . Kutulislah dalam kolom penilaian, "sesuai harga".

Bukan berarti murah identik dengan murahan ya. Hanya saja saat itu, aku khilaf tergiur diskonan. Alhasil memang agak mengecewakan. Bahannya gak oke , jahitannya berantakan sekali. Akibatnya terlihat benang menjuntai kemana-mana. Alamat hijab ini tidak bertahan lama.  Stop jangan ditiru!


Jadi, kalau ada hijab bayi harganya memang seharga hijab orang dewasa. Namun memberikan jaminan kualitas yang gak abal-abal. Itu sebandinglah. Dan gak masalah asal masih terjangkau. Kisaran harganya di atas 30 ribu itu sudah lumayan. Selain jersey premium, hijab berbahan hyget dan kaos juga bisa masuk kategori bahan yang nyaman untuk bayi. Sebaiknya, kita belinya offline saja biar bisa menyentuh langsung kainnya. Tetapi jika tidak memungkinkan setidaknya mintalah referensi dari orang lain yang memiliki pengalaman membeli hijab baby.

Ketíga, anak itu peniru ulung. Fase imitation ini terjadi di lima tahun pertama usia mereka. Siapanyang ditiru? Ya orang terdekat mereka yakni ayah atau bundanya. Dalam hal ini berhijab tentu bunda donkz.

Maka, membentuk kebiasaan ini akan semakin kuat jika dilakukan bersama. Atau biasa dilakukan oleh orang terdekat mereka. Bunda misalnya, bunda selalu memakai hijab saat keluar rumah. Maka anakpun meniru. Eh, bunda tetap menggunakan hijab saat mengambil paket dari salah satu ekpedisi misalnya. Meski hanya di luar gerbang rumah, tatap saja akan ada orang non mahram yang melihatkan. Jadi tetap dijaga auratnya dengan berhijab. Lagi-lagi anak akan melihat itu.

Nah, poinnya di sini adalah bunda menjadi teladan bagi anak-anak.

Keempat, pembiasaan. Masih nyambung dengan poin ke-3 ya. Dengan melihat anak menirukan. Ini kesempatan bagi kita membuatnya sebuah hal yang biasa dilakukan. Jadi saat anak mau pergi ke luar rumah. Siapkan juga dengan hijabnya. Saat pergi ke rumah saudara, saat bermain atau bahkan jika anak sudah mulai sekolah PAUD misalnya. Biasakan anak menggunakan hijabnya. Meski bertemu virtual tapi kan teman-teman bukan mahram dia. Pemahaman ini sederhana namun perlu dilakukan berulang-ulang.

Bisa karena biasa. Jadi inget, tresno jalaran soko kulino.
Orang Jawa pasti familiar dengan parikan ini.


Kelima, berkisah dan bercerita.
"Wah, dia kayak Ummu Jamil," seru kakak saat melihat perempuan hijab lebar dan menggunakan cadar.
Aku tersenyum. Kakak masih ingat dengan kisah dalam bukunya yang telah cukup lama tidak kami baca. Namun kenangan akan Ummu Jamil dengan hijabnya melekat pada kakak.

Sering kali, saat membaca buku, bercerita atau berkisah. Kupilih bacaan yang ada tokoh anak kecil menggunakan hijab. Seperti buku Salli dan Saliha. Atau boneka Ayu, hadiah dari paket buku Balita Berakhlak Mulia (BBM) yang dia punya. Boneka Ayu adalah tokoh dalam buku tersebut, penampilannya khas anak gadis cilik dengan hijab pink yang tak pernah dilepasnya saat beraktivitas.

Pasalnya, membaca, bercerita dan berkisah ini memberikan kesan longterm mesage bagi anak. Mengasah kecerdasan kognitif dan imajinasinya. Hal ini seakan memberikan siraman akan kehausan ingin tahunya tapi dengan cara yang dia sukai.

Dampaknya nanti, anak jadi ingin seperti tokoh cerita. Wah, gak perlu maksa kan?

Keenam, ajak bertemu dengan orang lain yang menggunakan hijab juga. Setelah bermain dengan imajinasi di poin ke-4. Sebaiknya anak diperkenalkan realitanya. Mungkin bisa mengunjungi TPA, playdate komunitas misalnya, pasti akan ketemu dengan sesama orang tua dengan anak menggunakan hijab juga. Meski tak sebayanya tidak apa-apa. Setidaknya menumbuhkan perasaan bahwa dia melakukan itu tidak sendiri. Di lingkup yang lebih luas, di luar keluarga, selain bunda yang dia lihat sehari-hari menggunakan hijab. Ternyata banyak juga orang lain  yang menggunakan hijab. Hal ini meningkatkan rasa percaya diri, sebab cara berpikir anak-anak itu masih sangat sederhana. Apa yang aku lihat itu yang aku pelajari. Begitu!

Terakhir, dialog iman. Di poin ini berlaku untuk anak yang sudah bisa interaktif saat kita ajak bicara ya. Biasanya anak usia 3 tahun ke atas. Karena fase mereka adalah memasuki tahapan rasa ingin tahu yang tinggi.



Dalam buku Membumikan Harapan Rumah Tangga Islam Idaman, aku menemukan penjelasan  yang baik tentang bagaimana berinteraksi dengan anak usia 3-6 tahun. Bab pertumbuhan akal, pada fase itu anak akan banyak bertanya dengan memakai seluruh kata tanya; apakah, mengapa, kapan, di mana dan siapa. Rasa ingin tahunya tinggi namun mereka belum tentu memahami jawabannya.

Ya, kita jelasinnya pelan-pelan saja. Sederhana sesuai bahasa usia mereka. Gak perlu pakai dalil yang perlu nalar tinggi ya. Sederhana, singkat dan jelas.

"Kenapa harus pakai hijab Bunda?" tanya kakak.
"Kan, malu kalau keliatan auratnya." Jawabku lalu kanjutkan kembali. "Karena anak perempuan itu harus menutup aurat, maluuuuu." Sambil kupegang kepala tepatnya rambutku. Karena penekanan di sini rambut juga aurat.

" Allah itu suka sama anak yang taat, Kak," jelasku suatu hari.
" Taat seperti Rasulullah?" sahutnya mengingat salah satu judul buku yang ia punya.

"Hahahah, iya iya. Taat seperti Rasulullah. Makanya, Allah itu sayang banget sama Rasulullah," kelakarku sambil duduk santai aja sama kakak.

"Kalau Allah sayang, kita bisa minta apa sama Allah."  Ku tutup dialog imanku kala itu.

Apakah langsung paham?
Oh.. tentu tidakkkkk.
Harus terus menerus diulang dan diulang lagi.

Begitu seterusnya, pada akhirnya kekuatan kata-kata itu akan melekat dalam alam bawah sadarnya.

Seperti dalam buku berjudul The Read-Aloud Handbook disebutkan bahwa:

Seperti halnya tonggak kayu yang sangat penting sebagai penyokong utama berdirinya rumah, kata-kata adalah struktur utama untuk pembelajaran. Hanya ada dua cara efisien memasukkan kata-kata ke dalam benak seseorang: melalui mata atau melalui telinga. Karena anak masih butuh beberapa tahun lagi untuk membiasakan membaca matanya membaca, sumber terbaik bagi ide dan pembangunan otak adalah telinga. Apa yang akan kita kirim ke telinga menjadi fondasi kuat bagi seluruh otak si anak. Suara-suara penuh arti yang ditangkap akan membantu anak memahami kata-kata yang dia dapatkan melalui mata saat dia nanti belajar membaca.

Nah, poinnya adalah kata-kata yang ditangkap. Semakin sering kita sampaikan maka akan semakin tertanam dengan baik insya Allah.


Jadi begitulah 7 tips membuat anak betah berhijab sejak dini. Alhamdulillah, aku sudah mempraktikan. Sejauh ini cukup berhasil menurutku. Buktinya, beberapa orang meminta saran dan juga mengaplikasikannya. Dan alhamdulillah, berhasil juga 

Anak senang emakpun riang. Yeay!


Kuncinya, sekonsiten apakah kita menjalani peran membersamai anak dengan kesadaran penuh. Hehehe..


Semangat bertumbuh bersama!

Hamimeha
Bismillah, lahir di Pulau Garam, tumbuh di kota Santri, menetap di kota Pahlawan., Saat ini suka berbagi tentang kepenulisan-keseharian-dan parenting., ● Pendidik, ● Penulis 11 buku antologi sejak 2018, ● Kontributor di beberapa media online lokal dan nasional sejak 2019, ● Praktisi read a loud dan berkisah, ● Memenangkan beberapa kompetisi menulis dan berkisah, ● Narasumber di beberapa komunitas tentang parenting dan literasi. ●

Related Posts

26 komentar

  1. Wah lucu banget mba anaknya. keponakanku jg berhijab dari masih bayi. ga kegerahan tuh. malah dia suka

    BalasHapus
    Balasan
    1. alhamdulillah kalo begtu mbakm jadi seneng dengernya. masya alloh ini mbak Nunu dari IIDN kah?

      Hapus
  2. setuju sekali saya dengan mengajarkan anak berhijab sejak dini, ibaratnya kalau gak kenal sejak dini nanti setelah dewasa agak kesulitan dan melihat jilbab sebagai pilihan bukan kewajiban. nunggu di hijab setelah hidup bener, gak ada istilah itu sebetulnya. mau hidup sudah benar atau tidak, hijab ya harus dipakai.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak. Namun tetap dengan prinsip tidak memaksa tapi membangun kesadaran ke dia pada akhirnya. Biar berhijabnya dari hati.

      Hapus
  3. Betul. Anak adalah peniru ulung. Saya memperkenalkan jilbab pada anak sejak bayi, tapi dia gak suka. Ya gak dipaksa. Sampai akhirnya di punya keinginan sendiri untuk berjilbab.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mantap kalau bagitu mbak. Pokoknya jadinorryu itu juga belajar. Belajar jadi pribadi yg lebih baik.

      Hapus
  4. infographicnya lucu sekali kak, salfok saya, hehehe. kebetulan anak saya laki-laki, tapi bisa saya share artikel ini untuk saudara saya yang punya balita perempuan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masya Allah.. inggih monggo monggoo.. senang sekali jika tulisannya bisa manfaat. 😀

      Hapus
  5. Masya Allah semoga tumbuh menjadi anak yang sholihah dan qurrota a'yun ya mom. Jadi belajar, biar besok pas punya anak perempuan bisa mempraktikan tips ini

    BalasHapus
  6. Masya Allah, memang harus diajarkan sejak dini ya mbak, supaya terbiasa. Semoga jadi anak solehah ya keduanya mbak, aamiin..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin. Iya mbak makasih doanya. Doa terbaik buat mbak juga..

      Hapus
  7. masyaALlah tabarakallah, benar mbak anti paksa ya pembiasaan itu penting. aku penasaran sama buku-buku ceritanya, coba kasih tau dong judul sama penerbitnya mbak hihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hayuks mah, dm aja di ig aku ya.. @hamimeha

      Hapus
  8. Alhamdulillah saya sepakat kalau berhijab bisa dimulai dengan kebiasaan. Si kecil dari bayi juga saya biasakan berhijab. Lucunya sejak setahun dia tahu pas sampai rumah langsung dibuka. Kalau di luar anteng aja makenya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hwhakakakkaa iya iya gpp mbak. Seenjoy dia mah. Kalo di rumah apalgi. Hihihi ..tapi keren kalo dah membiasakan dg pemahaman pelan2

      Hapus
  9. Kalau anak-anak di kenalin apapun itu sebenarnya bukan hijab aja. Memang jadi lebih mudah nanti saat dewasanya. Memang butuh waktu yang tidak sebentar mengenalkannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyes betul.
      Cuma ini karena ada beberapa pertanyaan yg masuk jadi akhirnya bikin tulisan ini 😀

      Hapus
  10. Barokallah mba anak-anak sudah dikenalkan berhijab sejak dini ya. Aku baru berhijab tahun 2012 mba hehehe karena sadar diri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gakpapa mbak. Aku malah pernah mau lepas jilbab waktu smp. Terus diminta ijin abah. Akhire takut dimarahin jadi gak jadi lepas deh heheh setalh sma baru mencoba belajar islam lebih baik. Baru deh tahu "stonght why " nya

      Hapus
    2. Tipsnya bermanfaat banget nih Mbak. Memang anak perempuan sudah harus dibiasakan menutup aurat sejak kecil biar pas balighnya sudah paham dengan kewajiban berhijab. Btw tipsnya mau saya terapin untuk anak perempuan saya nanti (in syaa Allaah). Saat ini baru diamanahi anak laki2 soalnya hehe

      Hapus
    3. Masya Alloh senengnya. Makasih komemnya bikin moodbooster

      Hapus
  11. Masyaaallah mbak, anaknya jadi semakin cantik ketika pake hijab sejak dini.
    Saya sudah berhijab sejak masuk TK, tetapi pas dulu keluar rumah pun belum pake hijab, pokoknya itu udah lama banget lah waktu itu. Dan sampai sekarang ini saya masih tetap terus pake hijab karena udh menjadi kebiasaan saya sendiri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masya alloh.. alhamdulillah.. keep isitiqomah

      Hapus
  12. tips yang bagus ini klo besom punya anak bisa dibiasakan, meski bukan memaksa si kecil pakai ya mbak,

    aku pernh baca juga pro kontra maslah anak kecil dikasi jilbab, pdhal kan ya senyamnnnya si kecil aja sebenrnya, yg penting ortu gak memaksakan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul kak. Maka itu saya jadikan poin pertama anti paksaan hehehe

      Hapus

Posting Komentar

Popular