=Hamimeha

Gara-Gara Kulit Pasang

28 komentar
Konten [Tampil]

 

"Asyikkk, aku masih punya sisa pisang nih," sambil memasukkan pisang ke dalam kantong plastik miliknya.
"Sar, kamu mau pulang sama kami?"  Sari menoleh ke arah suara. "Tentu," Sari segera mempercepat gerakannya agar tidak tertinggal oleh Rani dan Dinda. 

Sepanjang perjalanan, sahabat itu berjalan beriringan. Sesekali mereka bercanda. 

"Eh, liburan dua hari besok ke rumahku yuk," ajak Sari kepada kedua temannya.
"Wah boleh juga, ada apa?" Dinda menyahuti senang.
"Kita bikin salad saja, bagaimana?" Rani memberi usul yang kemudian disambut anggukan dan tawa di antara mereka.

"Assalamu'alaikum," setelah mengucap salam, Sari mencium tangan bunda. Tak lupa menowel pipi dan menarik rambut Sasa yang dikuncir kuda.

"Aduuuuhhh," Sasa mengaduh kesakitan. Setelah membuat adiknya menangis. Sari langsung kabur diiringi omelan Bunda yang kesal karena Sari kerap usil hingga adiknya menangis.

****

"Kakak, besok kan hari libur. Bunda bersama adik berencana pergi arisan. Ayah baru pulang dinas pekan depan" 

Tetapi Sari terlihat tidak menyimak dan melanjutkan makan malamnya.

"Apakah kamu ada acara?" Bunda mengubah topik pembicaraan melihat reaksi Sari tak bersemangat karena Ayah belum pulang.

"Besok Sari boleh ya, pinjam dapurnya?"  Sambil memasukan suapan terakhir makan malamnya. Sari menjelaskan keinginannya membuat salad bersama teman-temannya di rumah.

"Oke, boleh," Bunda tersenyum melihat tingkah lucu Sari yang bersorak hore sambil menggerakkan tangganya. Mirip ngedance.

"Eits, tapi harus dijaga kebersihannya ya," 

Tangan Sari membuat bulatan antara jempol dan telunjuk ke arah Bunda dan menunjukkan barisan giginya yang terlihat rapi.

"Oke, segera minum dan istirahat ya Kak," belum selesai Bunda menyelesaikan kalimatnya. Sari sudah lari menuju kamarnya.

"Kakaaaak, piringnya belum dibereskan" teriak Bunda memanggil Sari.

Sari sudah cekikikan mengunci kamar. Dan menikmati melanjutkan membaca komik kesukaannya hingga terlelap.

****
Matahari bersinar cerah. Sari tampak bersemangat hari ini. Setelah menyisir rambut dan mengenakan pakaian dengan rapi. Ia bergegas memanggil Bunda.

"Bundaaaaa"

"Iya," Bunda menyahuti dari arah dapur.

"Kamu jadi ada acara bersama teman-temanmu, Kak?"

"Iya, jadilah," jawab Sari singkat sambil mengupas kulit pisang yang lupa belum ia makan kemarin.

"Aku mau ke toko buah pojok ya Bun," kata Sari masih dengan mulut mengunyah.

"Ditelan dulu itu pisang di mulutnya."

"Ada uangnya?" tanya Bunda dengan sibuk membereskan dapur.

Sari menengadah tangan sambil memasang wajah memelas. Bunda mengambil dompet dan mengeluarkan uang dua lembar sepuluh ribuan.

"Cukupkan?" Bunda memastikan sambil menyerahkan uang kertas ke tangan Sari.

"Cukup, Bunda."

Sari segera berlari ke luar rumah dan membuang kulit pisang di dekat pintu depan.

"Bunda... Sari berangkat ya," suara Sari nyaris hampir tak terdengar karena dia bicara dengan mulut penuh pisang yang masih tersisa.


Gubraakkk!

"Huwaaaaaaaa...... sakiiiiiit," terdengar suara tangis melengking.

Bunda yang mendengar benda terjatuh segera menuju ke arah suara berasal.

"Astagfirullah, Sasa!" Bunda terkejut karena Sasa telah basah tersiram air dan terduduk di lantai.

"Kok bisa jatuh, Sayang?" tanya Bunda  heran. Mata Bunda tertuju kulit pisang di sebelah kaki Sasa.

"Astagfirullah, Kakak!" Bunda menghela napas panjang dan membantu Sasa bangun dari posisinya.

"Sakiiiiiit Bunda," Sasa masih mengadu sakit di area kakinya yang tergelincir kulit pisang. Bunda membantu Sasa dengan menggendongnya masuk ke dalam rumah dan mengoles minyak urut agar sakit di kakinya mereda.

"Bismillah, Bunda oles ini ya. Insya Allah, gakpapa kok gak ada yang yang terluka kan?"
Sasa mengangguk meski dia masih kaget akibat kejadian tadi. Namun mulai terlihat warna biru keunguan di area kaki bagian kanannya.

****

"Assalamu'alaikum," tederngar suara pintu terbuka.
Sari tak melihat Bunda dan Sasa, adiknya.

Apa Bunda sudah berangkat ya?

Sari meletakkan belanjaannya di dapur. Ada pepaya, semangka, nanas dan melon. Tak ketinggalan buah pisang dua buah yang ia beli di warung saat perjalanan pulang.

"Yes, lengkap"

Sari melirik jam masih pukul 9 pagi. Mereka janjian pukul 10. Dia menuju ruang tamu dengan membawa dua buah pisang dari dapur.

"Enak sekali sepi begini. Aku bisa makan pisang tanpa diganggu Sasa," Sari cekikikan sendiri sambil membuka kulit pisang dan melahapnya.

Seperti biasa, kulit pisang yang telah habis dagingnya. Ia letakan di sebelah kaki kursi yang ia duduki. Selanjutnya membuka pisang yang kedua, baru setengah bagian ternyata Rani dan Dinda telah tiba.

"Assalamu'alaikum, Sari..." keduanya mengucap salam dengan memanggil nama Sari sebab pintu tertutup namun gerbang rumah terbuka. Sehingga mereka berdua bisa langsung masuk ke halaman rumah.

Sari yang bisa melihat mereka dari kaca di dalam rumah tak segera membuka pintu. Dia ingin ngerjain kedua temannya itu. Diam-diam dia sembunyi di balik pintu. Gagang pintu dia tarik sampai terbuka. Sehingga tampak terbuka sendiri.

"Lho, kok pintunya kebuka sendiri Ran?" Dinda mulai merasa ketakutan.
"Mungkin angin," sanggah Rani menghilangkan rasa takut yang sedikit merasukinya.

Kedua anak usia 10 tahun itu memberanikan diri melangkah ke arah pintu. Dan tiba-tiba...

Hwaaa!
Sari melompat ke arah mereka. Rani dan Dinda terperanjat hingga hampir jatuh ke belakang. Sari yang menyaksikan kedua temannya tampak kaget malah tertawa senang.

"Hwkakakakaka... kalian takut ya?" Ledek Sari sambil menjulurkan lidah.

"Ih gak lucu deh Sar," kata Dinda kemudian.

"Udah ah, ayo masuk. Berat nih!" Ajak Rani sambil menenteng satu kresek buah melon, apel, kiwi, anggur, susu dan yogurt di dalamnya. Semua mengikuti langkah Sari ke arah dapur.

Ketiganya sibuk menyiapkan perlengkapan membuat salad. Rani membuat campuran saos salad.
Dinda mengupas buah yang masih utuh, sedangkan Sari memotong kecil buah potong yang dia beli tadi pagi.

Semua sudah mendapat tugas masing-masing. Rani pun membawa apron dan sarung tangan plastik agar higynis. Dinda cukup dengan celemek lucu gambar panda.

Sari?

Dia asyik memotong buah tanpa perlengkapan seperti kedua temannya. Sesekali dia makan potongan buah, jika dirasa kurang manis atau hambar potonganya di buang tepat di sebelah kakinya.

Hanya dalam waktu 15 menit  sudah siap. Buah yang dikupas juga siap di potong. Namun, potongan buah milik Sari hanya tersisa beberapa potong saja. Mulutnya terlihat komat-kamit mengunyah buah.

"Kamu makan buahnya, Sar?" Mata Dinda menyelidik.

"Hehehe dikit kok," Sari nyengir kuda dan membawa wadahnya ke Rani untuk disiram saos salad.

"Baiklah, tinggal dikasih saos kan?" tanya Sari kepada Rani diiringi anggukan dan senyum oleh Rani.

"Kita tunggu di ruang tamu yuk Din!" ajak Sari setelah melihat semua bahan sudah diserahkan ke Rani.

Rani memang paling pandai diantara mereka. Keahlian membuat salad adalah warisan dari mamanya yang sudah tiada.

"Sari, Dinda.. salad sudah selesai," seru Rani sambil membawa semangkoo besar salad dengan hati-hati.

"Horeeee," sambut Sari dan Dinda kegirangan.

"Asyik asyik!" Sari tak sabar menyantap salad buatan Rani yang lezat.

Belum sampai mangkok salad di tangan mereka. Tiba-tiba tubuh Rani oleng karena kakinya menginjak sesuatu yang licin dan.....



hwaaaaaaaaa ... Buk! Pyaaaaar!

Mangkok plastik yang penuh berisi salad kini berserakan. Rani terpeleset hingga terjungkl posisi telentang. Kepalanya terhantam lantai.


"Aduhhhhhh!" Rani mengaduh dengan memegang kepalanya yang mulai terasa nyeri.
"Ya ampun!" Dinda langsung melonjak menolong Rani.

Sari sempat terkejut. Lalu tertawa terbahak-bahak melihat wajah Rani yang belepotan saos salad buatannya sendiri.

"SARI!" Dinda berdiri lalu menatap Sari tajam.

Sari langsung terdiam dan menatap mata Dinda yang tampak marah. Sedang Rani mulai menagis dan terus membersihkan bagian wajah dan bajunya yang terkena siraman saos salad.

"Kamu keterlaluan Sari!" 

"Temannya jatuh bukannya ditolongin malah diketawain,"Dinda terus ngomel menatap tajam ke arah Sari. Sari yang sedari tadi terdiam mulai menunjukkan wajah penyesalan.

"A...aa....ku tak bermaksud  be..." belum selesai Sari menuntaskan kalimatnya.

Rani beranjak pergi, tanpa membawa perlengkapan yang dia bawa saat datang. Dinda menyusul dengan agak berlari kecil di belakang Rani.

Kini tinggal Sari sendirian bersama potongan buah dan saos salad yang berhamburan menghiasi lantai ruang tamu. Dia mulai khawatir bercampur takut.

"Aku harus bagaimana?"

Ia tak pernah mau membantu Bunda saat membereskan rumah. Bahkan ia pura-pura tidur atau sakit saat semua anggota keluarga gotong royong membersihkan rumah di akhir pekan. Sekarang dia menyesal dan matanya mulai berkaca-kaca.

Akhirnya, dia menjatuhkan diri ke kursi sambil menutup muka dengan kedua tanganya. Sari menangis sesenggukan. Antara perasaan menyesal, bingung dan marah. Dia juga tak tahu apa yang membuat Rani terjatuh. Dan dia merasa tak berniat menjahili Rani maupun Sari kecuali awal kedatangan mereka.


Brummmm!
Terdengar suara mobil berhenti di depan gerbang. Karena menangis terlalu lama, Sari akhirnya tertidur di kursi dengan posisi tangan menutup muka.

Bunda menggendong Sasa membuka pintu. Bunda terkejut menyaksikan lantai rumah berantakan. Bunda menurunkan Sasa dan setengah berlari ke arah Sari.

"Kakak!" Bunda membangunkan Sari yang masih menutup mata.

Perlahan mata Sari terbuka, wajah Bunda terlihat samar karena matanya agak perih akibat menangis. Saat wajah bunda terlihat jelas, Sari memeluk Bunda dan menangis kembali. Bahkan lebih keras dari sebelumnya.

Bunda menoleh ke arah Sasa dan mengelus rambut Sari yang kusut karena tidur beralaskan kursi.

"Ada apa Sayang?"
Sari masih menangis dan belum bisa berkata-kata.

"Apa yang terjadi?" Bunda mengarahkan pandangan ke arah lantai yang telah dikerumuni semut.

Kemudian Sari bercerita kronologi jatuhnya Rani sehingga membuat lantai menjadi kotor seperti sekarang.

"Tapi.. tapi, aku tidak berniat menjahili bahkan tidak melakukannya Bunda," Sari menjelaskan di tengah isaknya yang tak juga berhenti.

Bunda menghela napas. Kemudian mengamati lantai yang penuh potongan buah, saos salad dan semut yang berkerumun.

Deg!

Mata Bunda tertuju ke sebelah kaki kursi. Ada kulit pisang yang terdampar di sana. Bunda mengerti apa yang menyebabkan Rani terjatuh. Pasti karena kebiasaan Sari membuang sampah kulit pisang sembarangan.

"Adik kenapa?" tanya Sari melihat kaki Sasa yang tampak  lebam.

Bunda dengan senyum lalu memegang tangan Sari.
"Kakak tahu gak Bunda dan Adik dari mana?"

"Arisan," jawab Sari yakin.

Masih dengan tersenyum Bunda melanjutkan," Bukan."
"Bunda dan adik baru saja dari rumah sakit."

"Hah, kenapa?" Sari tampak terkejut dengan jawaban Bunda.

"Karena kulit pisang yang Sari buang di depan pintu. Membuat adik terpeleset sehingga tersiram air dalam bak untuk menyiram tanaman."
"Kakinya terkilir. Adikmu terus mengatakan sakit serta lebamnya berubah ungu kehitaman. Jadi Bunda membatalkan datang arisan dan pergi ke rumah sakit."

Bunda menjelaskan namun Sari menolak jika Sasa jatuh karena ulahnya. Sari mulai mengingat kejadian tadi pagi. Saat dia keluar rumah dia terburu-buru sambil mengunyah pisang dan ...

Oh iya, dia membuang kulit pisangnya dekat pintu sebelum memgambil sandal. Sari tampak menyesal dan menangis lagi. Dia sudah membuat banyak kesalahan hari ini.

"Apakah kakak tadi makan pisang lagi?" telisik Bunda karena menemukan kulit pisang lagi.

Sari mengangguk. "Aku beli tadi waktu belanja buah."

"Ingat gak kamu buang kulit pisangnya dimana?" tanya Bunda lagi.

Sari mulai mengingat kembali di mana dia meletakkan kulit pisang.

Puk!
Tangan Sari mendarat di jidatnya. Lalu dia mencari kulit pisang di area bawah kursi. Matanya tertuju pada kukit pisang yang sudah penyet kena injak.

"Ini dia" Sari menjumput kulit pisang yang dia buang sembarang.

Bunda dan Sasa tersenyum. Kini Sari tahu apa penyebab Rani terjatuh tadi.

Sari menunduk lesu dan menyesal. "Aku sedih. Gara-gara kulit pisang yang kubuang sembaranganmembuat banyak orang kesusahan."

"Rani dan Dinda pun jadi marah kepadaku."
Wajah Sari menjadi sedih dan lesu.

Bunda menghampiri Sari lalu memeluknya.
"Kalau begitu apa Kakak sudah tahu akibat dari membuang sampah sembarang kan?"

Sari mengangguk lemah.

"Apalagi jika sampah itu kulit pisang," Sari mengangkat kulit pisang yang dia pegang. Sasa yang sedari tadi menyaksikan tingkah kakaknya jadi tertawa. Dan akhirnya Bunda maupun Sari ikut tertawa.


Sari merasa ada yang berjalan di area kulit kakinya. 
"Bunda, ayo kita segera bersihkan lantainya." kata Sari bersemangat sambil mengibas semut yang mulai menyerang.

"Sari akan membantu mengepel lantai," ucap Sari bersemangat.

"Emang bisa?" kata Bunda menggoda Sari yang nyaris tak pernah ngepel.

"Hehehe, dibantuin Bunda juga," Sari nyengir kuda.
Dan semua jadi tertawa lagi.

Sari bersemangat membantu membersihkan lantai bersama Bunda. Sari berjanji tidak mau membuang sampah sembarang lagi. Besokpun Sari akan meminta maaf kepada Rani dan Dinda. Ia mau mengakui kesalahan dan sikap usilnya selama ini. Gara-gara kulit pisang, dia membahayakan dua orang yang dia sayangi.

"Aku sayang adik," Sari memeluk Sasa yang sedang terlelap.
"Maafkan Kakak ya!" Sari memperbaiki selimut Sasa yang terbuka. Sari mendapat pelajaran berharga hari ini.

Hamimeha
Bismillah, lahir di Pulau Garam, tumbuh di kota Santri, menetap di kota Pahlawan., Saat ini suka berbagi tentang kepenulisan-keseharian-dan parenting., ● Pendidik, ● Penulis 11 buku antologi sejak 2018, ● Kontributor di beberapa media online lokal dan nasional sejak 2019, ● Praktisi read a loud dan berkisah, ● Memenangkan beberapa kompetisi menulis dan berkisah, ● Narasumber di beberapa komunitas tentang parenting dan literasi. ●

Related Posts

28 komentar

  1. Keren cerpennya mbak, udah lama sekali saya nggak bikin cerita fiksi lagi. Jadi rindu bikin cerita fiksinya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini baru cerpen keduaku. Aku juga bukan penulis fiksi. Ini masih belajaran. Ayo nulis lagi.

      Hapus
  2. Kak hamimm ayoo kudukung naskah ini dikirim ke koran. Ada rubrik khusus cerpen dan cernak. Asli bagus lhoo fiksinyaa. Aku yg gabisa nulis fiksi jadi banyak belajar jg di sini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah.... mau mau. Meski agak malu hehehe.. tapi aku kok masih minder dan inscure kalo ntar g lolos ya.. hiks

      Hapus
  3. story tellingnya dapet banget. aku bacanya sampai mendalami loh. aku belum bisa btw kalau bikin cerpen bagus gini. suskes selalu kak hamim.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sejujurnya mau cerita tentang sampah kak. Eh malah muncul dan ngalirnya gini. Gitukahini agak jauh dri outline yang aku buat

      Hapus
  4. Keren kali kak, kulit pisang pun bisa menjadi rangkaian cerita yang menarik dan mengandung moral gini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cerpen kak, buat anak pula. Jadi di buat satu konflik dan sederhana hhehe.berasa buku bobo ya kak

      Hapus
  5. Udah lama aku nggak baca cerita macam ini. Alurnya mengalir cantik mbak dan pastinya merubah "kulit pisang" untuk serangkaian cerpen itu cerdik ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masya Allah.. terima kasih. Baru belajar Kak. Semoga bisa bercerita lebih banyak.

      Hapus
  6. Keren nih dari kulit pisang bisa jadi sebuah karya tulis yang ciamik. Lanjutkan berkarya mbak ..

    BalasHapus
  7. Ya ampuuun, aku bacanya senyum-senyum :D
    Keren ini mah, menghibur banget.
    Ada sisi positifnya juga tentang jangan menganggap remeh sampah dan membuang sampah semabrangan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihii.... penyegaran baca cerita gini y kak

      Hapus
  8. Bagus mbak cerpennya. Sederhana tapi pesannya sampai ke anak-anak. Mau kubacakan ke Ifaffan aah, yang masih suka teledor buang kulit pisang sembarangan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya cernak kak. Jado harus dibikin satu konflik aja . Jadi sederhana...alhamdulillah kalau pesannya bisa ditanhkap. Iya kak silakan silakan.bisa banget buat dibacaon ke anak

      Hapus
  9. ide ceritanya sederhana tapi pesan yang ingin disampaikannya dapet. kadang ide cerpen bisa dari hal yang kita anggap remeh ya. good writting kak!

    BalasHapus
  10. Waah ini klo dijadikan buku bergambar buat anak pasti jdi lebih keren

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyes iyes iyes.. insya allah menuju kesana kak . Doakan ya

      Hapus
  11. hal kecil ya mba, dari kulit pisang bisa jadi cerpen yang bagus banget ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe iya bun. Ini khasnya cerita anak dibanding cerpen dewasa atau remaja

      Hapus
  12. Ada pelajaran di balik kulit pisang y bun sukses selalu ceritanya bagus

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih makasih.. terharu. Boleh kok kalo mau komen yang berupa masukan..boleh banget

      Hapus
  13. Aduh bacanya gimana ya... ringan tapi berkembang jadi cerita yang menarik. Bagus juga lho

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gimna kak maksudnya. Bingung di awal kah?

      Hapus
  14. Kisah kulit pisang ini sarat pesan moral ya. Pembaca dapat banget pesan moral yang ingin disampaikan oleh penulisnya.

    BalasHapus
  15. Cerita yang bagus. Namun, jangan lupa mengedit sebelum menerbitkannya. Hmm. Itu judulnya salah ketik, Mbak. Yang di luar banner.

    BalasHapus

Posting Komentar

Popular