=Hamimeha

Dedikasi Guru Diana: Menembus Batas Pedalaman untuk Akses Pendidikan yang Lebih Baik

Posting Komentar
Konten [Tampil]


Diana Cristina da Costa Ati SATU Indonesia Awards 2023
“Saya bertahan karena ada senyuman di wajah mereka dan ada ketulusan di hati saya,”
jawaban singkat seorang Diana Cristina da Costa Ati ketika banyak pertanyaan bernada mengejek dirinya. “Apakah ia bisa bertahan sebagai seorang guru di daerah batas pedalaman?”

Tujuh tahun berselang, gadis kelahiran Atambua, Nusa Tenggara Timur (NTT) tahun 1966 tersebut membuktikan ucapannya. Diana mendedikasikan diri sebagai guru di pelosok dengan mengikuti program Guru Penggerak Daerah Terpencil ( GPDT) sejak November tahun 2018 sebuah program inisiasi Bupati Mappi periode 2017-2022, Kristosimus Yohanes Agawemu, bekerja sama dengan Gugus Tugas Papua, Universitas Gadjah Mada (UGM). Sempat berhenti mengajar karena pandemi, tak menyurutkan semangat Diana untuk berkiprah lagi sebagai guru di pelosok.

Di tahun 2021, Diana menandatangani kontrak baru di program GPDT. Kali ini ia ditempatkan di di Sekolah Dasar Negeri Atti, Kampung Atti, Distrik Minyamur, Kabupaten Mappi, Papua Selatan. Kabupaten Mappi merupakan salah satu daerah khusus atau daerah 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal) sesuai Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 160/P/2021 tentang Daerah Khusus Berdasarkan Kondisi Geografis.

Meskipun tantangan semakin sulit, langkah-langkah strategis pun dilakukan oleh Diana untuk bisa memberikan pelayanan terbaiknya di dunia pendidikan. Tak heran jika dedikasinya membuahkan hasil yang optimal. Sederetan prestasi dikantonginya sebagai guru berprestasi maupun inspiratif. Di tahun 2023, dia terpilih sebagai penerima apresiasi program 14th SATU Indonesia Awards 2023 di bidang pendidikan.

Bagaimanakah perjalanan heroik Diana dalam dedikasinya sebagai guru menembus batas pedalaman?

Dedikasi Seorang Guru: Nasionalisme, Empati, dan Sebuah Harapan

Bagi Diana merah putih adalah “warna kulitnya”, tak akan dipisahkan sampai kapanpun. Jiwa nasionalisme yang tertanam sejak dini dalam diri seorang Diana telah mendarah daging. Pengalaman hidupnya tentang pergolakan status kewarganegaraan di masa kecil membuatnya termotivasi untuk mencari cara agar bisa menunjukkan kecintaan pada bangsa.

Mulai dari keputusannya menjadi warga WNI sejak dini dan berpisah dengan ayahnya, mengambil jurusan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, di Universitas Nusa Cendana Kupang, NTT. Pasca lulus di tahun 2017, Diana tanpa ragu mendaftar sebagai guru di program GPDT sehingga mengantarkannya di titik ini.
Jiwa nasionalisme ini pula yang memotori Diana bergerak secara konsisten mengantar anak didiknya di Papua lebih mengenal identitas Indonesia dengan baik. Upayanya menghasilkan anak-anak yang awalnya tak mengenal identitas Indonesia kini bisa tahu warna bendera dan lagu kebangsaannya.
“Saya bangga mengabdi di wilayah terluar. Saya ingin membuktikan ketulusan hati saya sebagai warga negara yang baik sekaligus guru yang tulus mendidik anak-anak Papua,” tegas Diana Cristina da Costa Ati dilansir dari laman hidupkatolik.com. Fakta bahwa Diana tidak pernah main-main atas perkataannya menunjukkan bahwa ia adalah sosok yang gigih, tangguh, pantang menyerah, dan bertanggung jawab.

Meskipun dia menyadari bahwa tantangan sebagai guru di daerah pedalaman tidaklah mudah, baik dalam hal budaya, kebiasaan, geografis, dan sebagainya. Namun, ia selalu memiliki inovasi dan langkah-langkah strategis untuk bisa merealisasikan mimpinya. Walaupun, seringkali ia dan rekan-rekan seperjuangannya menggunakan fasilitas pribadinya seperti gaji untuk memenuhi kebutuhan selama proses mengajar. Lantaran, kondisi siswa dan orang tuanya tak bisa diandalkan untuk menyediakan alat tulis sendiri karena kendala keuangan maupun kondisi lainnya.

Tak hanya menyoal tentang keterbatasan kondisi masyarakat selaku orang tua peserta didik. Akan tetapi, keterbatasan terlihat pula pada kondisi sekolah. Gambaran SD Atti, tempat Diana mengabdi bangunan terdiri dari 3 ruang kelas, sebagian anak-anak belajar di lantai tanpa kursi. Bahkan, diawal pengabdian Diana kerap melihat anak sebagian besar siswa menggunakan pakaian sehari-hari yang sekaligus digunakan untuk main, tanpa sepatu. Jumlah guru di SDN Atti hanya berjumlah 3 orang dengan tenaga kependidikan 5 orang. Guru mengampu semua mata pelajaran, ia sendiri mengampu kelas 5 dan kelas 6 dengan total siswa kelas 1 sampai dengan 6 berjumlah 86 orang.

Terlepas dari kondisi yang serba terbatas. Diana ingin membuktikan bahwa anak-anak Papua sejatinya juga ingin maju sebagaimana anak-anak di wilayah Indonesia lainnya. Ia selalu meng-gaungkan bahwa anak-anak Papua pada dasarnya adalah anak-anak yang hebat, hanya saja mereka belum mendapat kesempatan belajar yang baik. Hal ini terbukti dari kegemaran anak-anak mengunjungi perpustakaan, semangat untuk bisa membaca melalui metode yang ia ajarkan, dan memiliki keingintahuan tinggi dengan hal-hal di sekitarnya. Situasi inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh Diana untuk mengajarkan anak-anak pedalaman dengan kurikulum yang lebih kontekstual.

Ada sebuah harapan dari banyaknya gelap yang menyelimuti kehidupan mereka yang terlahir sebagai anak pelosok bumi pertiwi. Diana berkomitmen untuk memberikan harapan baru bagi anak-anak pelosok negeri yang selama ini terpinggirkan dari akses pendidikan melalui perannya sebagai Guru Penggerak Daerah Terpencil. Langkah awal yang ia lakukan adalah mewujudkan cita-cita program GPDT yakni untuk mengurangi angka buta huruf di daerah terpencil. Oleh karena itu, fokus gerakan yang dilakukannya adalah meningkatkan minat dan kemampuan membaca anak-anak di SD tempatnya mengabdi.

Gebrakan Diana Menembus Batas Pedalaman untuk Akses Pendidikan yang Lebih Baik

Lahir sebagai perempuan yang kritis dan inovatif, Diana adalah sosok yang berani untuk mengungkapkan aspirasinya. Di tahun 2019, sosok Diana sebagai guru baru sempat viral dikarenakan surat terbuka yang ditujukan kepada Menteri Kemendikbudristek yang baru yaitu Nadiem Makarim. Kritik pedasnya terhadap kurikulum yang diterapkan tidak sesuai kondisi anak-anak di pedalaman tampaknya terjawab dengan adanya Kurikulum Merdeka yang bersifat student oriented dan lebih kontekstual.

Kala itu, ia sudah menerapkan kurikulum kontekstual kepada anak-anak pedalaman. Ia membuat metode belajar yang menyenangkan, kontekstual, dan relevan. Menyenangkan dalam hal ini seperti membaca buku., bercerita, menyanyi, dan bermain. Prinsip dalam mendidik bagi Diana adalah manfaatkan peluang apapun sebagai bahan ajar. Meskipun situasi serba terbatas, ia selalu menanamkan semangat nasionalisme dan sopan santun kepada anak-anak. Diana selalu mendukung mereka untuk giat belajar dan tidak tidak sekadar protes atas situasi yang membuat mereka tidak nyaman.

Diana Cristina da Costa Ati guru pedalaman papua selatan
Tak hanya sekadar kurikulum. Ada berbagai inovasi yang dilakukan oleh Diana sebagai langkah strategis seperti mendirikan perpustakaan “Merah Putih”. Perpustakaan ini dibuka setiap hari pukul 16.00 WIT di rumah Diana dengan koleksi buku bertema Indonesia, nasionalisme, cerita pahlawan, ideologi Pancasila, dan lainnya. Selain anak-anak, pengunjung perpustakaan juga termasuk orang dewasa, orangtua, bahkan kepala suku juga ikut belajar dan membaca di perpustakaan itu.

Tantangan terberat dalam memberikan akses pendidikan yang layak bagi anak-anak pedalaman adalah ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai. Namun, Diana tak kehabisan akal. Ia berinisiatif meminta donasi lewat media sosialnya. Menariknya, ia hanya meminta donatur untuk menyumbang barang seperti buku, alat tulis, dan pakaian layak pakai untuk anak-anak. Bukan uang. Tak jarang ia juga menggunakan dana pribadi untuk melengkapi kebutuhan anak didiknya. Sungguh dedikasi yang luar biasa!

Tak berhenti di kurikulum dan fasilitas, membuka mindset para orang tua di pedalaman tentang pendidikan merupakan permasalahan penting yang juga harus diselesaikan. Diana dan para guru lainnya dengan gigih terus melakukan edukasi kepada orangtua murid tentang pentingnya belajar dan mengarahkan agar tidak mengajak anak ke hutan di jam-jam sekolah. Hal ini dilakukan secara terus menerus dengan pendekatan personal.
Diana percaya ketika seorang guru bekerja dengan niat baik, leluhur dan nenek moyang orang Papua merestui bahkan Tuhan melihat semua ketulusan itu dan akan melancarkan jalan. Niat baik tersebut rupanya disambut baik oleh penduduk setempat. Lambat laun, masyarakat memiliki kepercayaan kepada Diana dan rekan-rekan guru di Mess sehingga merelakan anak-anaknya untuk bersekolah.
Gebrakan yang inovatif disertai dengan ketulusan hati untuk mengabdi pada negeri ini mengantarkan Diana mendapatkan pengakuan atas dedikasinya dalam dunia pendidikan. Perjuangannya dalam membuktikan bahwa dia mampu menjadi warga negara yang baik sekaligus guru yang tulus mendidik anak-anak Papua bukan isapan jempol semata. Kini jalannya untuk bisa memberikan akses pendidikan yang layak untuk anak-anak Papua semakin terbuka lebar bersama SATU Indonesia Awards.

Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards merupakan wujud apresiasi Astra untuk generasi muda, baik individu maupun kelompok, yang memiliki kepeloporan dan melakukan perubahan untuk berbagi dengan masyarakat sekitarnya di bidang Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan, Kewirausahaan, dan Teknologi, serta satu kategori Kelompok yang mewakili lima bidang tersebut.

Secercah Harapan di Batas Pedalaman Melalui Pendidikan Bersama SATU Indonesia Award

Satu kesempatan yang membuka jalan bagi Diana ketika mendapatkan penghargaan SATU Indonesia Awards 2023 adalah terbukanya ruang kolaborasi yang semakin luas. Perasaan syukur memenuhi senyum mengembangnya, ketika melihat anak-anak mulai mengenal perkembangan teknologi melalui belajar mengetik dan mengeksplorasi fungsi-fungsi lain dari komputer jinjing sebanyak tiga unit secara bergantian.

“Kami dapat bantuan tab. Listrik dan jaringan juga mulai tersedia dari tenaga surya,” ujar Diana menceritakan perkembangan peserta didiknya dilansir dari laman MediapedomanIndonesia.com. Diana mengaku bahwa Astra selalu memberi ruang untuk berkolaborasi dengan kegiatan yang dilakukan setiap harinya di pedalaman. Pada kegiatan belajar mengajar, Astra men-support (dukung) tablet belajar agar anak-anak pedalaman mengenal digital learning (pembelajaran digital). Hal tersebut mendorong semangat anak-anak untuk terus belajar di sekolah. Selain itu, ada monitoring dari Astra terhadap kegiatan apa yang mau kami lakukan dan kira-kira kegiatan apa yang bisa didukung oleh Astra.


Adanya dukungan dari Astra melalui penghargaan SATU Indonesia Awards di tahun 2023 di bidang pendidikan kepada Diana sebagai guru di pelosok menunjukkan komitmen Astra yang kuat untuk menembus batas pedalaman yang selama ini jarang tersentuh oleh orang-orang di kota-kota besar. Kini ia bisa membuktikan tentang pernyataan “Kalau ada orang bilang anak-anak peda­laman Papua itu bodoh, itu salah.” Anak didik selalu ingin belajar, hanya saja kesempatan belajar yang baik itu belum datang.

Kini satu persatu kendala mulai teratasi. Diana sangat berterima kasih kepada Astra dalam apresiasi SATU Indonesia Awards yang membuka banyak mata terhadap akses pendidikan bagi anak-anak di batas pedalaman. Kini masalah fasilitas terkait ruang kelas mulai teratasi, bahkan kondisi kelas jauh lebih layak untuk anak-anak belajar. Masing-masing anak mendapatkan kursi dan meja belajar yang layak di sekolah. Ada perbaikan pada jembatan yang menjadi akses utama ke Kampung Atti. Sebelumnya, kondisi jembatan adalah kayu yang sudah keropos dan seringkali orang mudah terjatuh ketika melewatinya. Diana pernah mengunggah sebuah video di Chanel Guru Penggerak Pedalam Papua yang diunggah satu tahun lalu. Rekan guru yang lain juga mengupayakan untuk melakukan update melalui Live Tiktok tentang kondisi lingkungan sekolah, hal ini diharapkan bisa menjadi media branding sekolah maupun pihak-pihak yang ingin berkolaborasi mendukung akses pendidikan yang baik bagi anak-anak di batas pedalaman.

Dimulai dari niat baik yang tulus dan langkah baik yang konsisten, hal-hal kecilpun bisa membawa perubahan yang besar. Itulah yang dilakukan oleh Diana beserta rekan guru yang sedang mengabdi sebagai guru di daerah 3T. Setiap orang bisa menjadi Diana, Diana yang lain di tempat masing-masing.

Mendidik Generasi Adalah Estafet Perjuangan

Pendidikan adalah jalur efektif untuk menyiapkan generasi di masa mendatang. Dimulai dari memberantas buta huruf di daerah pedalaman akan bisa mengantarkan kita untuk menyambut Indonesia Emas di tahun 2045. Hal itu tidak bisa kita lakukan sendiri. Kita butuh banyak pihak untuk melakukan kolaborasi dalam menyiapkan akses yang layak bagi anak-anak dimanapun berada. Dibutuhkan waktu yang panjang dan perlu adanya estafet perjuangan yang terus berkelanjutan.

“Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia.” ~Soekarno
Wahai Pemuda, kontribusi kalian untuk bangsa menunjukkan bahwa harapan itu masih ada. Mulai dari langkah baik dalam bentuk kontribusi untuk masyarakat sekitar kita. Semangat kita hari ini merupakan wajah baik untuk masa depan Indonesia. "Bersama, Berkarya, Berkelanjutan"



Sumber:


https://www.hidupkatolik.com/2022/02/04/58867/diana-cristina-da-costa-ati-mimpi-guru-di-pedalaman-papua.php

https://puslapdik.kemdikbud.go.id/perjuangan-diana-cristiana-da-costa-ati-mengajar-di-pedalaman-papua/

https://www.cantika.com/read/1852534/kisah-diana-cristiana-da-costa-ati-guru-penggerak-daerah-terpencil-di-papua-selatan

https://mediaindonesia.com/wawancara/276257/diana-da-costa-berharap-guru-terpencil-jadi-program-nasional

https://www.indonesiana.id/read/173353/15th-satu-indonesia-awards-2024-mendidik-dengan-hati-kisah-ibu-guru-diana-dari-mappi

https://www.mediapedomanindonesia.com/pemerintahan-politik/874863292/cerita-guru-penggerak-berantas-buta-huruf-di-pedalaman-papua-selatan#google_vignette
Hamimeha
Bismillah, lahir di Pulau Garam, tumbuh di kota Santri, menetap di kota Pahlawan., Saat ini suka berbagi tentang kepenulisan-keseharian-dan parenting., ● Pendidik, ● Penulis 11 buku antologi sejak 2018, ● Kontributor di beberapa media online lokal dan nasional sejak 2019, ● Praktisi read a loud dan berkisah, ● Memenangkan beberapa kompetisi menulis dan berkisah, ● Narasumber di beberapa komunitas tentang parenting dan literasi. ●

Related Posts

Posting Komentar

Popular