=Hamimeha

Native Teknologi, Ancaman atau Peluang?

Posting Komentar
Konten [Tampil]
Terlahir sebagai mom milenial, membuatku pribadi agak resah. Ada semacam kekhawatiran akan pola pengasuhan yang akan kami terapkan kepada anak-anak kelak. Apalagi, di era serba digital ini merupakan pemandangan baru bagi para orang tua zaman dahulu. Meski tidak begitu bagi kami gen Y, aku contohnya. Ini adalah tantangan mengasuh anak zaman now!


Meski demikian melahirkan generasi native teknologi membuatku berada pada dua kondisi. Anak-anak sebagai native teknologi, apakah menjadi ancaman atau peluang?

Oh ya, jangan berharap banyak dari apa yang aku tulis ya. Aku hanya mencurahkan kegelisahan orang tua baru di sini.Anak pertamaku lahir di tahun 2017 dan yang kedua 2020. Keduanya adalah Gen Alpha. Tahu karakter Gen Alpa?

Melansir dari laman tirto.id mengungkapkan, dalam makalanh Beyond Z: Meet Generation Alpha. Analis sosial-cum-demograf Mark McCrindle dari grup peneliti McCrindle menyatakan yakni anak-anak dari Generasi Milenial—akan menjadi generasi paling banyak di antara yang pernah ada. Sekitar 2,5 juta Generasi Alfa lahir setiap minggu. Membuat jumlahnya akan bengkak menjadi sekitar 2 miliar pada 2025. Gen Alpha meruapakan anak-anak kelahiran tahun 2010.

A. Inilah 3  ciri Generasi Alpha ;

1. Akrab dengan teknologi. Bagaimana tidak, bahkan sejak dalam kandungan mereka telah meninggalkan jejak digital. Usg 3D,4D? Betul tidak? Mereka hidup di zaman teknologi berkembang sangat pesat dan perubahan teknologi yang masif sehingga generasi Alfa disebut sebagai generasi paling transformasif.

Inilah salah satu alasan mereka disebut native teknologi.

2. Merupakan generasi paling terdidik karena memiliki kesempatan untuk mengeyam pendidikan lebih luas bahkan lebih awal. Kemudahan dalam akses berbagai informasi akibat dari kemajuan teknologi berpengaruh pada gaya belajar gen Alpha. Ruang dan waktu bukanlah batasan bagi mereka. Pergaulan lebih luas, tak heran jika generasi Alpha ini adalah generasi cerdas.

3. Paling sejahtera. Pasalnya, generasi Alpha dengan karakternya sebagai generasi terdidik membuat mereka mudah mendapatkan informasi dan lebih "melek" terhadap masa depan mereka. Menurut ahli strategi pemasaran, Christine Carter , menciptakan Alfa menghabiskan 18 juta dolar per tahun hanya untuk konsumsi mainan, pakaian, dan perangkat teknologi baru yang cuma ada di zaman ini.

Dari ketiga ciri tesebut bisa kita tarik benang merah bahwa gen Alpha sangat mendapat pengaruh besar atas berkembangnya teknologi. Memegang peran sebagai native teknologi memberikan dampak positif dan negatif.

B. Dampak menjadi native teknologi

Sisi positifnya, melek teknologi, lebih cepat terpapar informasi karena interaksi dengan internet, tumbuh sebagai individu yang kritis dan informatif, fleksibel karena mereka tumbuh di lingkungan yang beragam, dan calon digital master dan enterpreneur jika diarahkan sejak awal.

Sisi negatifnya, balita gen Alpa cenderung mengalami speech delay jika terlalu dini dikenalkan dengan gadget, adanya pengaruh pada perkembangan otak jika terlalu sering berinterkasi dengan gadget, gangguan pada kesehatan mata, calon pendebat karena gen Alpha akan tumbuh dengan perspektif yang luas sehingga hal ini membuat mereka memiliki daya nalarnya sendiri, bermental instan dampak dari kemudahan melakukan berbagai melalui teknologi, kemampuan komunikasi rendah karena mereka cenderung di sibukkan dengan interaksi dunia maya dan terparah adalah penyalahgunaan teknologi hingga kecanduan.

Menimbang dari kedua dampak tersebut maka anak kita bisa menjadi ancaman ataupun peluang di masa depan. Hal itu dipengaruhi oleh peran ortu.

Lalu bagaimana mengatasinya? Peran orang tua adalah melakukan tindakan meminimalisir dampak negatif dan mengoptimalkan sisi positifnya.

C. Peran Orang tua

Ada 7 hal yang bisa dilakukan oleh ortu saat mendampingi  generasi Alpha :

1. Kemajuan teknologi tak hanya membuat anak menajdi kritis dan cerdas dalam mendapat informasi. Melainkan bisa membuat anak menelan mentah-mentah yang mereka dapat. Apalagi jika sampai terpapar hal-hal pornografi atau hal tidak mendidik.

Maka, menanamkan dan membekali dengan norma dan nilai agama sejak dini adalah hal utama yang perlu dilakukan oleh orang tua. Pendidikan agama dengan pemahaman yang baik akan menjadi batasan anak bertindak dan memilih mana yang baik dam buruk.

2. Lahir di tengah lingkungan yang beragam. Generasi Alpha yang cenderung fleksibel ini perlu diberi arahan. Maka peran ortu adalah mampu mendampingi dan membimbing anak dalam berbagai hal agar tidak terpengaruh hal-hal buruk atau negatif.  Upayakan posisi kita asalah sebagai teman.

3. Pada dasarnya, generasi apapun. Anak akan melalui fase meniru. Maka menjadi role model kebaikan akan selalu menjadi media pembelajaran dan bekal untuk anak. Bagaiama anak kita bertumbuh sejatinya sejatinya sesuai dengan lingkungan di sekitarnya. Apa yang mereka dengar dan lihat. Termasuk adab, sopan santun dan adat istiadat.

4. Menciptakan iklim keluarga yang positif dan suportif. Rumah adalah tempat semuanya berawal. Menciptakan suasana rumah yang positif akan menumbuhkan karakter yang positif pula. Sedang lingkungan yang sportif akan membangun mental yang tangguh. Sebab generasi native teknologi cenderung memiliki kecemasan saat bergaul dengam dunia luar secara nyata.

5. Memantau dan membersamai tumbuh kembang dengan stimulasi permainan yang tepat.
Nah, ini penting untuk anak di fase golden agenya ya. Pastikan anak terpantau mile stone tumbangnya. Dan peran ortu saat membersamai anak serta memberika  stimulasi yang tepat akan membantu anak bertumbuh sesuai dengan pencapaian usianya. Apalagi jika anak sudah berinteraksi dengan gadget rawan untuk melas bergerak. Hal ini bisa memicu kemampuan motoriknya tidak terasah. Pun sisi psikologisnya.

Karena godaan gadget memang luarbiasa, dalam satu genggaman saja berisi beraneka ragam. Maka menyediakan permainan edukatif bisa menjadi salah satu cara membersamai mereka.

6. Mengasah kemauan dan daya juang anak.

Memiliki ciri mental instan tentu membuat para orang tua was-was. Mengantisipasi hal ini maka selain menciptakan lingkungan yang sportif di poin 4. Perlu memberikan tantangan dan mengasah ketangguhan mereka sejak dini. Bantu anak untuk meningkatkan daya juangnya, menanamkan sifat tidak mudah putus asa, dan bosan.

7. Mengasah kemampuan bersosialisasi.

Membangun interpersonal pada anak generasi Alpha yang cenderung asik dengan gadget ini penting. Hal ini bisa dilakukan dengan bermain, beraktivitas di luar rumah, melakukan hobi seperti berkebun, memasak, membuat kerajinan atau olahraga. Intinya, anak harus ada waktu berinteraksi denga  orang lain di dunia nyata.

Maka penerapan screen time menjadi sangat penting dalam hal ini. Sebelum kemunculan gadget, kecerdasan interaksi sosial sudah merupakan unsur penting tumbang anak. Apalagi di era digital seperti sekarang ini 

Nah, itulah sedikit cara mengoptimalkan peran orang tua dalam mendidik anak generasi Alpha yang merupakan native teknologi.

D. Pandangan pribadiku

Bagi aku pribadi, langkah paling bijak dalam interaksi dengan gadget adalah: 

1. Adanya batasan waktu.

2. Didampingi, dalam hal ini kita perlu memantau apa saja yang dilihat oleh anak.

3. Dibersamai dan didampingi. Kita perlu membangun komunikasi positif dengan mereka. Apalagi jika menurut ahli menyebutkan, jika generasi Alpha ini mendapatkan arahan yang tepat mereka akan menjadi master digital ataupun specialis di bidang yang mereka minati.

4. Memberi pemahaman seiring bertambahnya usia dengan tetap menanamkan nilai-nilai luhur dan agama. Hal ini bertujuan agar keseimbangan ukhrawi dan duniawi terjaga.
Bagaimanapun sebagai umat beragama kita percaya bahwa setiap agama pasti memgajarkan kebaikan.

Betul tidak?

Jadi, memiliki anak sebagai native teknologi sebagai ancam ataupun  peluang adalah tergantung kita orang tua dalam bersikap dan menyiapkannya menyongsong masa depan mereka.

Sudah siap mendidik generasi Alpha kita? 😄

Jangan berhenti belajar!
Hamimeha
Bismillah, lahir di Pulau Garam, tumbuh di kota Santri, menetap di kota Pahlawan., Saat ini suka berbagi tentang kepenulisan-keseharian-dan parenting., ● Pendidik, ● Penulis 11 buku antologi sejak 2018, ● Kontributor di beberapa media online lokal dan nasional sejak 2019, ● Praktisi read a loud dan berkisah, ● Memenangkan beberapa kompetisi menulis dan berkisah, ● Narasumber di beberapa komunitas tentang parenting dan literasi. ●

Related Posts

There is no other posts in this category.

Posting Komentar

Popular